Bansos Menuai Polemik, Ini kata Pengamat Ekonomi -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

Bansos Menuai Polemik, Ini kata Pengamat Ekonomi

, 3/18/2022 06:12:00 AM


Vnn.co.id, Jakarta - Pengamat ekonomi Prof. Yudhie Haryono mengatakan problem utama penyaluran batuan sosial selama ini karena pendataan penduduk sejak Indonesia merdeka hingga era reformasi belum pernah sempurna.

Hal tersebut dikatakan Yudhie menanggapi sengkarut data penerima bantuan sosial yang kerap terjadi di masyarakat.

Dirinya juga mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam rangka mempercepat penyelesaian pengupdate-an e-KTP.  

Padahal, jika persoalan data pendukuk diselesaikan dengan baik, setidaknya dapat menjawab sejumlah problem program pemerintah. Baik itu data penerima bantuan sosial maupun daftar pemilih tetap (DPT) saat Pemilu.

“Akibat problem data kependudukan, banyak bantuan kepada masyarakat yang seharusnya tidak layak dibantu menjadi layak, kemudian sebaliknya banyak juga masyarakat yang seharunya layak dibantu akan tetapi tidak menerima bantuan pemerintah lantaran datanya tidak ada pada sistem Kemensos,” kata Yudhie kepada wartawan, baru-baru ini.

Menurut Yudhie, persoalan itu timbul karena tidak adanya kajian yang mendalam terkait data penduduk penerima manfaat bantuan sosial. Sehingga dalam pelaksanaannya memiliki potensi rantai korupsi.

Namun sayangnya di tengah persoalan data penerima manfaat, pemerintah malah memutuskan merubah BPNT menjadi bantuan tunai.

“Sebenarnya kebijakan itu hanya memindahkan rantai korupsi. Padahal problem utamanya bukan bantuan tunai ataupun nontunai. Tapi yang terpenting bagaimana kita memperbaiki data kependudukannya,” tandasnya.

Problem bangsa ini selanjutnya kata Yudhie, adanya kemiskinan mental dan struktural. Sehingga seluruh kebijakan yang dipilih tidak efektif dan tidak tepat sasaran.

“Terkadang masyarakat tidak bisa memprioritaskan mana kebutuhan dasar mana kebutuhan primer mana kebutuhan sekunder. Jadi kemiskinan mental itu menyebabkan orang menafikkan kebutuhan primer lalu memilih kebutuhan tersier," tutur Yudhie.

Demikian pula ketika ada kebijakan BPNT, banyak oknum agen maupun penyalur yang menaikkan harga sesuka hatinya demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.

Selanjutnya, kata Yudhie bangsa ini tergolong high politik. Sehingga setiap kebijakan dikaitkan dengan keputusan politik agar penguasa atau pemenang pemilu mendapatkan dukungan kembali.

"Jadi apapun bentuk sumbangannya motifnya adalah politik bukan bagaimana menyelesaikan cita-cita konstitusi ataupun mengentaskan kemiskinan," ucap Yudhie.

Dia pun menilai, politisasi kebijakan kerap dilakukan oleh pemerintah. Sehingga berpotensi disalahgunakan untuk melakukan pencitraan partai politik tertentu.

Sementara pada waktu yang bersamaan dipakai untuk memperkaya seseorang. Dimana orang tersebut ingin mempertahankan kekuasaan atau kepentingan pribadi guna mencalonkan diri sebagai penguasa publik.

“Problem selanjutnya adalah kita semua baik itu yang berada di struktur pemerintahan maupun masyarakat sering kali menganggap sesuatu yang bersifat given (pemberian) tidak memerlukan pertanggungjawaban. Jadi masayarakat berfikir karena itu pemberian tidak perlu dilaporkan atau ada pertanggungjawaban,” kata Yudhie.

Sementara pemerintah juga diduga memiliki pandangan yang sama. Karena itu dana masyarakat dan bukan dana pribadi maka sesuka hati menggunakannya. Jadi akuntabilitas terhadap kebijakan yang bersifat given sangat rentan terhadap penyimpangan atau korupsi.

Oleh karenanya, Yudhie berharap setiap kebijakan terkait dengan bantuan sosial harus melalui kajian komparatif. Baik itu dalam bentuk tunai maupun non tunai.

"Jangan setiap kebijakan itu hanya sebuah reaksi dari sebuah kegagalan program A kemudian membuat program B. Terpenting setiap kebijakan yang telah diputuskan harus diperbaiki bukan malah mengganti,” jelasnya.

Dari dua model kebijakan bantuan sosial baik itu bantuan langsung tunai maupun BPNT yang dilakukan oleh Kementerian Sosial, Yudhie menilai bahwa kebijakan yang paling efektif adalah bantuan tunai langsung yang diberikan kepada masyarakat.

Sebelumnya, Kementerian Sosial menerbitkan petunjuk teknis (juknis) percepatan pencairan bantuan sosial (bansos) untuk memberikan payung hukum bagi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang disalurkan secara tunai melalui PT Pos Indonesia.

Pengalihan program tersebut dimaksudkan guna meminimalisir praktik nakal dari pihak-pihak di daerah yang menjadikan BPNT sebagai proyek, sehingga masyarakat tidak bisa menikmati haknya secara penuh.

Di sisi lain penyaluran program bansos yang diberikan secara tunai (berbentuk uang) menimbulkan masalah tersendiri. 

Seperti banyak masyarakat yang tidak memanfaatkan untuk kebutuhan sehari hari, namun malah dialihkan membeli barang sekunder dan tersier.


Redaksi

TerPopuler

close