7 Jurnalis Perempuan Bicara tentang Profesinya -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

7 Jurnalis Perempuan Bicara tentang Profesinya

, 10/09/2021 02:21:00 PM

 

Woman work: Google.

Vnn.co.id, Worklife - Zaman sekarang, pekerjaan bagi laki-laki sudah banyak dikerjakan oleh perempuan, kini pekerjaan sudah tidak memandang gender. Namun, ada sebagian yang memang masih menganggap wanita itu lemah. Lalu, bagiamana tanggapan para jurnalis tentang hal tersebut. Berikut tanggapan jurnalis perempuan era digital menyikapi tantangan profesinya.


1.Petty S Fatimah, Pemimpin Redaksi Majalah Femina



"Di masa mana pun, perempuan jurnalis yang ingin pekerjaannya impactful dan dicatat zaman, perlu cerdas, bergaul luas, update dengan zamannya (untuk saat ini kuasai teknologi) dan tidak merasa, 'Ah, saya, kan cuma perempuan (wartawan)'." Rohana Kudus membuktikan itu.


Pers perjuangan butuh keberanian, kecerdasan, dan kecerdikan. Amunisi yang sama untuk wartawan zaman now. Dan jangan lupa bersenang-senang, karena dari situ kreativitas luar biasa akan muncul.” 


2. Amanda Komaling, Pengurus Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)



“Dengan banyaknya kemudahan informasi di era digital seperti saat ini, jurnalis perempuan jangan berpuas diri dengan kemampuan yang dimiliki. Tidak bermodalkan paras cantik lalu malas belajar, mencari referensi serta berkarya secara intensif,” kata Amanda Komaling.


Menurut jurnalis televisi yang tinggal dan bertugas di Manado ini, “Perjuangan jurnalis perempuan juga dibutuhkan di rapat-rapat redaksi. Di mana isu mengenai perempuan dan anak kadang dianggap tidak terlalu menarik. Ketika bekerja di lapangan (meliput), jurnalis perempuan harus mampu bekerja setara dengan kelompok jurnalis pria. Bagi saya, jurnalis televisi di daerah, selain perempuan wajib menguasai teknis lapangan, dia juga dituntut mampu melaporkan secara langsung jika dibutuhkan medianya, secara dengan mandiri dan profesional.”


3. Khairiah Lubis, Pendiri Forum Jurnalis Perempuan Indonesia



“Tantangan yang dialami jurnalis di era Rohana Kudus dan jurnalis zaman now adalah masih sama-sama dipandang remeh dalam penugasan di redaksi. Yang berbeda, dulu fasilitas kerja terbatas, begitu juga akses ke informasi. Meskipun terbatas, dari sosok Rohana Kudus kita melihat bahwa perempuan jurnalis mampu mencerahkan masa depan perempuan.”

Menurut Khairiah yang tinggal di Medan dan bekerja untuk sebuah stasiun televisi itu, saat ini sumber informasi mudah diperoleh dari internet, dan lebih mudah pula menyiarkan konten. “Sayangnya, media masih banyak menjadikan perempuan sebagai komoditi, sehingga perempuan yang bekerja di media harus bekerja ekstra keras untuk menyadarkan medianya agar punya perspektif perempuan.”


4. Ratna Sulistiowati, Pemimpin Koran Rakyat Merdeka



“Tugas jurnalis zaman now pada hakikatnya sama, mendidik masyakarat dan fungsi sosial kontrol tapi sekaligus harus selaras dengan kepentingan bisnis media. Jurnalis tetap bisa bersikap kritis tapi realistis. Apa maksudnya? Mengedepankan kepentingan yang lebih besar atau mengutamakan arus aspirasi masyarakat banyak daripada membela kelompok. Bersikap adil dan objektif dengan menyampaikan beragam pandangan yang berbeda di masyarakat. Menyaring informasi di tengah lautan hoax dengan menyajikan data dari sumber yang resmi dan otoritasnya bisa dipertanggungjawabkan,” kata Ratna.


5. Indiana Malia, jurnalis IDN Times



"Selama bekerja di lapangan, saya menemukan banyak jurnalis perempuan yang tidak diizinkan istirahat dengan alasan haid oleh media tempatnya bekerja. Bahkan, saya pernah nyaris pingsan di tempat liputan lantaran menahan dismenore (dan sejak saat itu saya diizinkan cuti haid di bulan-bulan berikutnya),” kata Indiana.


Menurutnya, perusahaan media seyogianya memenuhi hak-hak reproduksi perempuan, seperti memberikan cuti haid, cuti melahirkan, dan menyediakan ruang laktasi bagi pekerja perempuan. Selain itu, perusahaan juga semestinya dapat bertindak tegas terhadap kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan di tempat kerja."


6. Rosianna Silalahi, Pemimpin Redaksi Kompas TV



“Di zaman digital dan media sosial, serta referensi yang diakses dengan mudah menjadi perbedaan paling besar dibanding masa Rohana Kudus. Dan tantangan saat ini adalah bagaimana tetap melahirkan karya jurnalistik yang bermutu di tengah gempuran informasi dari berbagai media sosial,” kata Rosi.


7. Titin Rosmasari, Pemimpin Redaksi Trans 7 dan CNN Indonesia



“Dalam kodratnya, jurnalis perempuan, kadang harus memilih apakah ia terus atau mundur dari pekerjaannya (tekanan keluarga, atau lebih sering keinginan untuk mengurus anak-keluarga)," kata Titin.


Menurutnya, jurnalis perempuan memiliki kepekaan yang tinggi pada isu-isu sosial dan humanis. Dari peninggalannya, Rohana Kudus menjadi unggul karena dapat menyuarakan berbagai ketimpangan sosial, kepentingan perempuan dan juga isu-isu sosial-budaya lewat tulisan dan peran sertanya langsung sebagai pendidik.


Jadi. tidak ada yang bisa membatasi kalian untuk terus berkarya baik perempuan maupun laki-laki. Ikuti passion yang dimiliki, apa pun itu.


Penulis: Isnatul Fajar

Editor: Mega


TerPopuler

close