Foto oleh Artem Podrez dari Pexels.com. |
Vnn.co.id, Nasional - Baru-baru
ini, Vaksin Merah Putih sedang ramai diperbincangkan di Twitter. Terdapat lebih dari 49 ribu tweet
mengenai vaksin buatan anak bangsa ini. Sebenarnya, ada dua vaksin yang
merupakan buatan anak negeri, yaitu Merah Putih dan Nusantara.
Vaksin Merah Putih merupakan produksi dari tim universitas dan lembaga riset di tanah
air. Sedangkan Vaksin Nusantara yang digaungkan oleh mantan Menteri Kesehatan dr.Terawan
ini merupakan produksi AIVITA Biomedical Inc yang bermarkas di Amerika.
Jadi, seperti apa kedua vaksin tersebut? Simak ulasan berikut!
Vaksin
Merah Putih
Vaksin
Merah Putih yang rencananya akan digunakan pada pertengahan tahun 2022 ini
merupakan gagasan dari salah satu instansi pendidkan, yaitu Universitas Airlangga
(Unair) dan Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman. Dari
tujuh kandidat dalam pembuatan vaksin merah putih ini, memang dua lembaga
di ataslah yang memiliki perkembangan secara signifikan.
LBM
bekerja sama dengan PT Bio Farma menggunakan platform sub unit protein
rekombinan. Sedangkan Unair bersama dengan PT Biotis Pharmaseutical Indonesia
dengan berbasis inctivated virus. Keduanya
sedang dalam peningkatan perkembangan dalam beberapa tahap.
Dikutip
dari DetikHealth.com, LBM Eijkman bersama Bio Farma sedang dalam tahap melakukan
ekspresi protein spike, dan perkiraannya akan melakukan uji pra klinis pada
November tahun ini. Setelahnya umtuk uji klinis fase 1-3 akan dilakukan pada
Januari–Agustus pada tahun 2022.
Sedangkan
Unair bersama PT Biotis sedang dalam tahap uji 2 praklinis dan akan memasuki
tahapan uji klinis yang diharapkan akan selesai pada September tahun ini.
Selanjutnya, dalam uji klinis nanti diperkirakan dimulai pada awal Oktober tahun
2021.
Vaksin
Nusantara
Vaksin
yang dianggap kontroversi karena banyak pertentangan dari pelbagai lembaga ini
digaungkan oleh dr. Terawan. Bahkan bukan hanya itu saja, sudah ada beberapa
tokoh dan aggota DPR yang ikut serta menjadi relawan dan mengklaim vaksin
tersebut tidak memiliki efek samping. Vaksin yang cara kerjanya dibangun dengan
pengambilan sel dendritik autolog atau sel darah putih yang dipaparkan dengan
antigen dari protein S virus SARS-Cov-2 ini belum mendapatkan restu dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Dilansir
dari cnnindonesia.com, BPOM menegaskan, proses uji klinis yang dilakukan Vaksin Nusantara tidak dengan kelanjutan izin edar vaksin di Indonesia, karena
masih menunggu dokumen Cara Pembuatan Obat Dengan Baik (CPODB) dari tim Vaksin
Nusantara. Selain itu, tim peneliti Vaksin Nusantara kerap mengabaikan hasil
evaluasi yang diberikan BPOM.
Di sisi
lain, BPOM pun menyoroti peran peneliti asing dari AVIATA yang terlalu
mendominasi jalannya riset. Peneliti dalam negeri hanya diberi kesempatan staf RS dr. Kariadi untuk melihat proses pengembangannya saja.
Melihat
perkembangan kedua vaksin tersebut, mana yang akan secara cepat diberikan
kepada masyarakat guna menjadi Booster dosis vaksin ketiga? Pilihannya ada pada
pemerintah.
Penulis: Rizki Dwi
Editor: Mega