Pandemi Munculkan Budaya Baru, Apa sajakah Itu? -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

Pandemi Munculkan Budaya Baru, Apa sajakah Itu?

, 8/31/2021 03:44:00 PM

 

Ilustrasi.

Vnn.co.id, Gaya Hidup - Pandemi sudah berlangsung lama. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengurangi dampak dari Pandemi Covid-19, akan tetapi sampai sekarang masalah ini belum selesai. Sadarkah Anda kebijakan dari pemerintah telah memberikan cara hidup yang baru bagi masyarakat. Masyarakat yang biasanya berinteraksi dengan banyak orang, berpergian ke tempat-tempat wisata/kantor/sekolah/tempat ibadah tanpa adanya batasan waktu, tempat dan jarak harus menghentikan semua kebiasaan tersebut dan membiasakan diri dengan kehidupan online yang merupakan satu-satunya media yang tidak dibatasi oleh pemerintah dan mampu menghubungkan antarmasyarakat dan pemenuhan kebutuhan. Ini merupakan budaya lama yang penerapannya semakin meningkat karena adanya pandemi Covid-19.


Budaya adalah semua jenis aktivitas manusia dan hasilnya yang berpola, baik yang terinderai maupun yang tidak terinderai (Sadtono, 2002). Thompson (1990) menyatakan bahwa budaya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu budaya sebagai produk, seperti nilai-nilai, kepercayaan, norma, simbol dan ideologi. Budaya sebagai cara hidup masyarakat dapat berupa hubungan antarmanusia, sikap, dan perilaku manusia dalam menjalin hubungan.


Duranti (1997) menyatakan bahwa budaya berbeda dengan hal yang alami, karena budaya dipelajari, ditransmisikan, dan diturunkan dari generasi ke generasi melalui interaksi dan komunikasi antarmanusia. Budaya adalah mengenai cara hidup manusia yang mencakup tiga wujud, yaitu apa yang diperbuat, apa yang diketahui/dipikirkan, dan apa yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Budaya jadi berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini, setiap orang memiliki caranya yang khas sehingga budaya pun berbeda-beda.


Lalu, apa  budaya baru yang muncul akibat hadirnya pandemi ini? 


1. Bekerja Online (Work From Home)


Kebijakan mengenai Covid-19 oleh pemerintah diresponi berbeda oleh setiap perusahaan/kantor. Oleh beberapa perusahaan, mereka menerapkan kebijakan bekerja dari rumah, perusahaan lain memilih untuk merumahkan karyawannya dengan gaji ataupun tanpa gaji, atau ada yang mem-PHK karyawannya dan ada pula yang masih harus tetap mempekerjakan karyawannya atau mengurangi jam kerja karyawannya. Hal ini menjadi kebijakan perusahaan untuk menyesuaikan antara kebijakan pemerintah dengan keadaan perusahaan.


Bagi mereka yang dipekerjakan dari rumah, tentu harus menyesuaikan diri untuk tetap disiplin dalam bekerja dan belajar teknologi untuk memfasilitasi pekerjaannya. Perusahaan harus menutup kantor dan mengoordininasi karyawannya secara online melalui berbagai aplikasi virtual meet. Bagi perusahaan yang masih harus memperkerjakan karyawannya, tentu akan mengarahkan karyawan untuk melakukan standar kesehatan selama masuk kantor, seperti jaga jarak, menggunakan masker, menggunakan handsanitizer, membatasi tamu yang datang, bahkan untuk beberapa perusahaan harus memfasilitasi karyawannya dengan produk kesehatan seperti vitamin.


Kebijakan ini pun memengaruhi pendapatan beberapa perusahaan karena kebijakan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah memengaruhi jumlah konsumen pada beberapa perusahaan, tetapi pada perusahaan lain justru meningkatkan pemasukan.


Perusahaan pun berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan ini dan mengusahakan agar dapat memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar. Perusahaan yang membuka layanannya untuk masyarakat umum juga perlu memperhatikan kebersihan dan kesehatan di tempatnya bekerja demi kesehatan dan kesejahteraan konsumen yang datang. Berbagai kebijakan diterapkan mulai dari menyediakan tempat cuci tangan, menyemprot disinfektan, melakukan cashless dan banyak hal lainnya.


2. Belajar Online


Kebijakan untuk belajar online berlaku pada seluruh tingkatan pendidikan formal (SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/Sederajat, Perguruan Tinggi) maupun pelaksanaan pendidikan nonformal (lembaga-lembaga les mata kuliah ataupun bakat dan minat). Seluruh kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara daring, baik melalui Whatapps, Line, Zoom meeting, Google Meet, Google Classroom, TV, ataupun media lainnya.


Kebijakan ini pun menjadi kebijakan yang sangat viral di kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan banyak orang tua yang menjadi bingung mengenai pendidikan anaknya. Mereka yang tidak terbiasa mengajar anak, menjadi harus mengajar anaknya sendiri. Ada pula orang tua yang tidak mengerti teknologi ataupun tidak memiliki media tersebut, sehingga mereka kesulitan dalam mengarahkan anaknya belajar, bahkan ada yang terpaksa membelikan Handphone untuk membantu anaknya belajar. Ada pula orang tua yang di-PHK akibat kebijakan pengurangan karyawan di tengah Covid-19 pada perusahan-perusahaan tertentu harus tetap membayar biaya sekolah anaknya dan tentunya pengeluaran meningkat terkait dengan kebutuhan kouta jaringan internet.


Tidak hanya pada orang tua, guru pun mengalami kesusahannya sendiri. Guru harus tetap memfasilitasi belajar siswanya secara online melalui menyiapkan materi online, tugas-tugas dan pekerjaan rumah secara online, bahkan ulangan/ujian online. Guru yang tidak biasa dengan aktivitas belajar online/tidak memiliki media untuk pembelajaran online menjadi kewalahan dalam melaksanakannya, hingga akhirnya guru jadi cenderung hanya sekedar memberikan PR/tugas, tetapi tidak memfasilitasi belajar anak. Tidak hanya guru, dosen pun mengalami kendala yang sama.


Anak-anak peserta didik pun mengalami kendalanya sendiri, seperti tidak ada yang mampu mengajarkannya tentang pelajaran tersebut, tidak mengertinya anak akan materi yang ada, tidak mengertinya anak pada cara penggunaan media online, hingga kesulitan anak ketika ulangan dan ujian akibat belajar online yang kurang maksimal. Bagi mahasiswa pun, mereka mengalami kendala seperti ketidakpercayaan diri dalam menggunakan dan ketidakmampuan jaringan internet untuk mengakses internet di daerah tertentu (Khasanah et al., 2020).


3. Ibadah Online


Sebagai negara yang beragama, kegiatan ibadah menjadi salah satu kehidupan inti bagi masyrakat Indonesia. Kegiatan keagaamaan yang sering dilaksanakan bersama-sama dikhawatirkan dapat memberi sarana bagi penyebaran virus. Oleh karena itu, kebijakan ini dilakukan. Ibadah online mengalami pertentangan bagi beberapa pihak yang sangat menentang kebijakan ini. Darmawan (2020) menilainya sebagai konsep dari Herbert Mead dan Herbert Blumer mengenai interaksi simbolik yaitu thing-meaning-action. Dalam hal ini, bagi Jemaat/pemuka agama yang merasa kebijakan ibadah online (thing) adalah masalah besar adalah karena ibadah secara langsung di tempat ibadah merupakan hal yang berarti untuk dirinya sendiri (meaningful) sehingga mereka bisa saja tetap melaksanakan ibadah di tempat ibadah (action).


Penyesuaian lainnya juga dilakukan oleh berbagai pihak tempat ibadah, seperti pemberlakukan Ibadah hari Minggu atau Misa melalui live Youtube, Facebook, Instagram, dan TV. Hal ini tentu memerlukan kesiapan gereja dalam memfasilitasi jemaatnya untuk beribadah dan memberikan persembahan. Hal ini pun bergantung pada kemampuan Gereja ataupun jemaat dalam menyediakan media tertentu untuk mengikuti ibadah ataupun memberikan persembahan.


Penulis: Shania Dea Menany Soputan

Editor: Mega 

TerPopuler

close