Ilustrasi. |
Vnn.co.id, Gaya Hidup - Pandemi sudah
berlangsung lama. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengurangi dampak dari
Pandemi Covid-19, akan tetapi sampai sekarang masalah ini belum selesai. Sadarkah Anda kebijakan dari pemerintah telah memberikan cara hidup yang baru bagi
masyarakat. Masyarakat yang biasanya berinteraksi dengan banyak orang,
berpergian ke tempat-tempat wisata/kantor/sekolah/tempat ibadah tanpa adanya
batasan waktu, tempat dan jarak harus menghentikan semua kebiasaan tersebut dan
membiasakan diri dengan kehidupan online yang merupakan
satu-satunya media yang tidak dibatasi oleh pemerintah dan mampu menghubungkan
antarmasyarakat dan pemenuhan kebutuhan. Ini merupakan budaya lama yang
penerapannya semakin meningkat karena adanya pandemi Covid-19.
Budaya adalah semua jenis aktivitas manusia dan hasilnya yang berpola, baik yang terinderai maupun yang tidak terinderai (Sadtono, 2002). Thompson (1990) menyatakan bahwa budaya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu budaya sebagai produk, seperti nilai-nilai, kepercayaan, norma, simbol dan ideologi. Budaya sebagai cara hidup masyarakat dapat berupa hubungan antarmanusia, sikap, dan perilaku manusia dalam menjalin hubungan.
Duranti (1997) menyatakan bahwa budaya berbeda
dengan hal yang alami, karena budaya dipelajari, ditransmisikan, dan diturunkan
dari generasi ke generasi melalui interaksi dan komunikasi antarmanusia.
Budaya adalah mengenai cara hidup manusia yang mencakup tiga wujud, yaitu apa
yang diperbuat, apa yang diketahui/dipikirkan, dan apa yang dibuat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Budaya jadi berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Dalam hal ini, setiap orang memiliki caranya yang khas sehingga
budaya pun berbeda-beda.
Lalu, apa budaya
baru yang muncul akibat hadirnya pandemi ini?
1. Bekerja Online (Work
From Home)
Kebijakan mengenai Covid-19 oleh pemerintah diresponi berbeda oleh setiap perusahaan/kantor. Oleh beberapa perusahaan, mereka menerapkan kebijakan bekerja dari rumah, perusahaan lain memilih untuk merumahkan karyawannya dengan gaji ataupun tanpa gaji, atau ada yang mem-PHK karyawannya dan ada pula yang masih harus tetap mempekerjakan karyawannya atau mengurangi jam kerja karyawannya. Hal ini menjadi kebijakan perusahaan untuk menyesuaikan antara kebijakan pemerintah dengan keadaan perusahaan.
Bagi mereka yang dipekerjakan dari rumah, tentu harus menyesuaikan diri untuk
tetap disiplin dalam bekerja dan belajar teknologi untuk memfasilitasi
pekerjaannya. Perusahaan harus menutup kantor dan mengoordininasi karyawannya
secara online melalui berbagai aplikasi virtual meet.
Bagi perusahaan yang masih harus memperkerjakan karyawannya, tentu akan
mengarahkan karyawan untuk melakukan standar kesehatan selama masuk kantor, seperti jaga jarak, menggunakan masker, menggunakan handsanitizer,
membatasi tamu yang datang, bahkan untuk beberapa perusahaan harus
memfasilitasi karyawannya dengan produk kesehatan seperti vitamin.
Kebijakan ini pun memengaruhi pendapatan beberapa perusahaan karena kebijakan
bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah memengaruhi jumlah konsumen pada
beberapa perusahaan, tetapi pada perusahaan lain justru meningkatkan pemasukan.
Perusahaan pun berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan ini dan mengusahakan agar dapat memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar. Perusahaan yang membuka layanannya untuk masyarakat umum juga perlu memperhatikan kebersihan dan kesehatan di tempatnya bekerja demi kesehatan dan kesejahteraan konsumen yang datang. Berbagai kebijakan diterapkan mulai dari menyediakan tempat cuci tangan, menyemprot disinfektan, melakukan cashless dan banyak hal lainnya.
2. Belajar Online
Kebijakan untuk
belajar online berlaku pada seluruh tingkatan pendidikan
formal (SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/Sederajat, Perguruan Tinggi) maupun
pelaksanaan pendidikan nonformal (lembaga-lembaga les mata kuliah ataupun bakat
dan minat). Seluruh kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara daring, baik
melalui Whatapps, Line, Zoom meeting, Google
Meet, Google Classroom, TV, ataupun media lainnya.
Kebijakan ini pun
menjadi kebijakan yang sangat viral di kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan
banyak orang tua yang menjadi bingung mengenai pendidikan anaknya. Mereka yang
tidak terbiasa mengajar anak, menjadi harus mengajar anaknya sendiri. Ada pula
orang tua yang tidak mengerti teknologi ataupun tidak memiliki media tersebut, sehingga mereka kesulitan dalam mengarahkan anaknya belajar, bahkan ada yang
terpaksa membelikan Handphone untuk membantu anaknya belajar.
Ada pula orang tua yang di-PHK akibat kebijakan pengurangan karyawan
di tengah Covid-19 pada perusahan-perusahaan tertentu harus
tetap membayar biaya sekolah anaknya dan tentunya pengeluaran meningkat terkait
dengan kebutuhan kouta jaringan internet.
Tidak hanya pada orang tua, guru pun mengalami kesusahannya sendiri. Guru harus tetap memfasilitasi belajar siswanya secara online melalui menyiapkan materi online, tugas-tugas dan pekerjaan rumah secara online, bahkan ulangan/ujian online. Guru yang tidak biasa dengan aktivitas belajar online/tidak memiliki media untuk pembelajaran online menjadi kewalahan dalam melaksanakannya, hingga akhirnya guru jadi cenderung hanya sekedar memberikan PR/tugas, tetapi tidak memfasilitasi belajar anak. Tidak hanya guru, dosen pun mengalami kendala yang sama.
Anak-anak peserta didik pun mengalami kendalanya sendiri, seperti tidak ada
yang mampu mengajarkannya tentang pelajaran tersebut, tidak mengertinya anak
akan materi yang ada, tidak mengertinya anak pada cara penggunaan media online,
hingga kesulitan anak ketika ulangan dan ujian akibat belajar online yang
kurang maksimal. Bagi mahasiswa pun, mereka mengalami kendala seperti
ketidakpercayaan diri dalam menggunakan dan ketidakmampuan jaringan internet
untuk mengakses internet di daerah tertentu (Khasanah et al., 2020).
3. Ibadah Online
Sebagai negara yang
beragama, kegiatan ibadah menjadi salah satu kehidupan inti bagi masyrakat
Indonesia. Kegiatan keagaamaan yang sering dilaksanakan bersama-sama
dikhawatirkan dapat memberi sarana bagi penyebaran virus. Oleh karena itu, kebijakan ini dilakukan. Ibadah online mengalami pertentangan
bagi beberapa pihak yang sangat menentang kebijakan ini.
Darmawan (2020) menilainya sebagai konsep dari Herbert Mead dan
Herbert Blumer mengenai interaksi simbolik yaitu thing-meaning-action. Dalam
hal ini, bagi Jemaat/pemuka agama yang merasa kebijakan ibadah online (thing) adalah
masalah besar adalah karena ibadah secara langsung di tempat ibadah merupakan
hal yang berarti untuk dirinya sendiri (meaningful) sehingga mereka bisa
saja tetap melaksanakan ibadah di tempat ibadah (action).
Penyesuaian lainnya juga dilakukan oleh berbagai pihak tempat ibadah, seperti pemberlakukan Ibadah hari Minggu atau Misa melalui live Youtube, Facebook, Instagram, dan TV. Hal ini tentu memerlukan kesiapan gereja dalam memfasilitasi jemaatnya untuk beribadah dan memberikan persembahan. Hal ini pun bergantung pada kemampuan Gereja ataupun jemaat dalam menyediakan media tertentu untuk mengikuti ibadah ataupun memberikan persembahan.
Penulis: Shania Dea Menany Soputan
Editor: Mega