Mural : Ekspresi Diri dan Kritik Sosial Bukan Kriminalitas -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

Mural : Ekspresi Diri dan Kritik Sosial Bukan Kriminalitas

, 8/25/2021 08:28:00 PM

 

Foto oleh Jeswin Thomas dari Pexels.com



VNN.co.id, TANGERANG - Beberapa pekan ini, masyarakat sedang ramai membicarakan mengenai mural bergambar Presiden Joko Widodo “404: Not Found” yang dihapus dan pembuatnya dicari oleh aparat. Tidak hanya mural itu saja yang dihapus, mural-mural yang mengkritik otoritas negara pun ikut dihapus seperti mural bertuliskan “Dipaksa Sehat di Negeri Yang Sakit” dan “Tuhan Aku Lapar”.

 

Mengutip Jurnal ICADECS mengenai “Karya Mural Sebagai Medium Mengkritisi Perkembangan Jaman”, Mural merupakan salah satu karya seni rupa atau lebih tepatnya karya seni lukis dengan tembok atau dinding sebagai medianya. Jika merujuk pada sejarahnya, mural di Indonesia sudah ambil bagian dalam mengkritik pemerintah Belanda saat masa penjajahan.

 

Ekspresi Diri dan Kritik Sosial Bukan Kriminalitas

Jika melihat situasi sekarang, mural-mural tersebut merupakan bentuk ekspresi diri serta bentuk kritik terhadap penguasa. Pesan sosial yang disampaikan berdasarkan apa yang dirasakan masyarakat.


Berdasarkan jurnal Universitas Islam Bandung mengenai “Ekspresi Diri pada Pegiat Mural sebagai Media Alternatif”, Mural dapat menjadi ekspresi diri seorang seniman yang dimaknai sebagai tindak kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Disisi lain mural dapat mengajarkan banyak hal, terutama dalam kepekaan dan kepedulian.

 

Ekspresi diri yang dihadirkan oleh para seniman, mengandung kritik sosial terhadap siapapun khususnya para penguasa. Kritik sosial dalam bentuk visual diruang publik ini, harusnya menjadi pengingat untuk para pemegang otoritas dalam bekerja, bukan menghapus dan mengkriminalisasi pembuatnya.

 

Dalam menyikapi hal ini, aparat berserta pemerintah tidak perlu bersifat agresif dan represif. Menghapus dan mencari pembuat mural, dapat dikatakan sebagai pembungkaman dan sudah melanggar Hak Asasi Manusia mengenai kebebasan dalam berekspresi yang diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Hak-hak Sipil dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.


Mengutip dari Kompas.com, Penghapusan mural dan mengkriminalisasi pembuat mural oleh perintah dan aparat hukum dianggap tidak berdasar, karena Presiden Presiden bukan merupakan lambang negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 36 (A) UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (3) juncto Pasal 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan.

 

Hingga kini, kian banyak seniman yang membuat mural dengan mengkritik Pemerintah yang merupakan buntut panjang dari permasalahan tersebut. Selain itu terdapat Lomba Mural Dibungkam, diinisiasi oleh akun Instagram Gejayan Memanggil yang berasal dari Yogyakarta.


---


Penulis: Rizky Dwi Fajarudin

Editor: Sukmasih



TerPopuler

close