Indonesia vs Kebebasan Berpendapat -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

Indonesia vs Kebebasan Berpendapat

, 8/20/2021 09:10:00 PM

 

Ilustrasi dari kebebasan berpendapat (freepik.com)


Vnn.co.id, Tangerang - Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, di mana seharusnya masyarakat Indonesia diberikan kebebasan dalam berpendapat dengan menggunakan media apapun. Memberi kritik kepada pemerintah atau aparat negara lainnya adalah salah satu bentuk dari demokrasi, di mana masyarakat berharap dengan kritik yang diungkapkan tersebut dapat didengar dan menjadikan sistem kepemerintahan menjadi lebih baik lagi ke depannya.


Namun, apakah Indonesia menerapkan prinsip demokrasi secara penuh dan benar?

 

Dilansir dari Tempo.com (20/08) berdasarkan catatan KontraS, hingga Oktober 2020 terdapat 10 peristiwa dan 14 orang yang diproses karena memberikan kritik kepada Presiden Jokowi, 14 peristiwa 25 orang diproses karena mengkritik Polri, 4 peristiwa 4 orang diproses karena memberikan kritik kepada Pemerintah Daerah (Pemda).

 

Mia Dwianna, Aademisi Untirta menyatakan bahwa Indonesia, dalam hal ini tidak benar-benar menerapkan prinsip demokrasinya pada konteks kebebasan berpendapat. Padahal, hal itu telah dijamin oleh Undang-Undang.


“Kalau menurut saya, Indonesia tidak menyelenggarakan secara penuh prinsip demokrasi dalam konteks kebebasan berpendapat, walaupun Undang–Undang menjamin hal tersebut. Prinsip demokrasi yang dijalankan hanya sebatas dalam konteks pemilihan umum saja,” kata Mia Dwianna Akademisi Untirta dalam keterangan tertulis (20/08).

 

Menurut Mia, ketika ada masyarakat yang menyuarakan pendapatnya atau memberikan kritik kepada pemerintah atau lainnya, seharusnya aparat tidak boleh memproses mereka, karena Indonesia adalah negara yang menganut sistem Demokrasi.

 

“Seharusnya tidak boleh (diproses) bila dasarnya adalah UUD 45. Tapi aparat merasa benar karena Indonesia ini ada UU yang melarang ini itu, misalnya UU ITE, itu banyak pasal karetnya jadi bisa diterjemahkan dengan berbeda. Jadi aparat memanfaatkan hal itu, karena selalu dasar penangkapannya adalah melanggar UU,” tambahnya.

 

Belum lama ini, terjadi peristiwa di mana terdapat masyarakat yang menyampaikan pendapat atau kritiknya melalui mural di dinding, salah satunya ialah mural bergambar wajah mirip Presiden Joko Widodo yang bertuliskan 404:Not Found di daerah Batuceper, Tangerang. Pelaku mural tersebut ditangkap dengan alasan penghinaan simbol negara. Selain pelaku ditangkap, mural wajah mirip Presiden Joko Widodo yang bertuliskan 404:Not Found pun sudah dihapus.

 

Dikutip dari katadata.com (20/08), Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menganggap polisi bereaksi berlebihan dengan memburu pelaku mural tersebut, padahal mural dapat dijadikan saluran ekspresi politik. Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menilai tindakan penghapusan mural tersebut merupakan bukti dari kemunduran demokrasi di Indonesia dan tindakan penghapusan serta ancaman kriminalisasi terhadap pelaku pembuat mural merupakan tindakan pembungkaman terhadap aspirasi masyarakat.

 

Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, sudah semestinya masyarakat diberikan kebebasan dalam berpendapat dan berekspresi dan hal tersebut merupakan salah satu aspek yang penting. Bahkan Undang–Undang Dasar 1945 pun menjamin hal itu, yang kemudian dipertegas dalam Pasal 28 dan 28E ayat (3) UUD 1945, yang mana berbunyi “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.


Rep: Alfi Khaerotunnisa

Red: Mega

TerPopuler

close