Mensos Tri Rismaharini saat kunjungan kerja ke dapur umum Balai Rehabilitasi Sosia Penyandang Disabilitas Wyata Guna BAndung, Jawa Barat pada Selasa (13/7/21): detik. |
Vnn.co.id, Jakarta – Berita soal Menteri Sosial Tri Rismaharini yang
dianggap berbuat rasis terhadap Papua menimbulkan kecaman beberapa tokoh,
seperti aktivis HAM Natalius Pigai dan Amnesty International Indonesia Usman
Hamid.
Bermula ketika Bu Risma, sapaan akrabnya, meninjau kesiapan dapur umum
Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Wyata Guna Bandung, Jawa Barat
pada Selasa (13/7/21) lalu.
Melihat aparatur sipil negara (ASN) yang justru berada di kantor sedangkan
petugas Tagana (Taruna Siaga Bencana) berjibaku di dapur umum, Risma mengaku
kecewa lantas meminta para ASN untuk membantu teman-teman Tagana agar
pekerjaannya cepat selesai.
“Tolonglah, rakyat susah saat ini. Teman-teman itu masih beruntung, setiap bulan
ada gaji. Coba yang jualan di luar, gimana mau ngasih makan mereka kalau masak
gitu aja modelnya. Masak telur saja kayak gitu modelnya. Tolong belajar,
teman-teman ini bekerja di Kementerian Sosial, paham?” cecar Risma.
Bahkan Risma tidak segan memindahkan para ASN yang tidak becus dalam
menjalankan pekerjaannya.
“Saya tidak mau lihat seperti ini lagi. Kalau seperti ini lagi, saya
pindahkan semua ke Papua. Saya enggak bisa pecat orang kalau enggak
ada salah, tapi saya bisa pindahkan ke Papua. Jadi tolong yang peka,”
tegasnya.
Tak disangka, pernyataan Risma tersebut berbuntut panjang hingga dituduh
telah berbuat rasis terhadap Papua.
Berikut beberapa tanggapan tehadap pernyataan Mensos Risma
Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai bahwa pernyataan Mensos
Risma mengandung sikap rasialisme, merendahkan, serta menyakiti perasaan orang
Papua.
“Disadari atau tidak, pernyataan itu mengandung sebuah rasisme, merendahkan
martabat orang Papua,” ujar Usman Hamid seperti dilansir Kompas.com, Rabu
(14/7).
“Pernyataan Risma sebagai pejabat negara juga sangat melukai perasaan
saudara-saudara di Papua, dan ini contoh nyata betapa praktik rasisme dan
diskriminasi terhadap Papua sangat nyata,” imbuhnya.
Mahasiswa jebolan Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu juga mengatakan, pernyataan
semacam itu merupakan bentuk emosi yang tidak perlu dan sangat keliru.
“Selain cenderung merendahkan pegawai-pegawai pemerintah di muka umum,
emosi kemarahan itu memberikan pesan bahwa pegawai-pegawai pemerintah yang
kinerjanya buruk hanya pantas untuk bertugas di Papua,” tuturnya.
Ancaman memindahkan pegawai ke Papua, kata Usman, mengandung pesan yang
salah dan dapat menyusahkan usaha-usaha untuk penyelesaian masalah konflik di
Papua. Ia lalu meminta Mensos Risma mengoreksi pernyataannya.
“Sebaiknya pernyataan itu dikoreksi,” tandasnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syahzily mengaku, dirinya menyayangkan
pernyataan Menteri Sosial Risma itu.
Menurutnya, pernyataan tersebut menyiratkan bahwa Papua adalah 'tempat pembuangan' ASN yang kinerjanya tidak baik. Ia mengatakan, seharusnya ASN terbaiklah yang dikirim
ke Papua.
“Justru itu, yang disayangkan bahwa seharusnya ASN yang terbaik yang
dikirim ke Papua, bukan malah yang dinilai kinerjanya tidak baik,” terang Ace Hasan, Rabu
(14/7).
Ia juga menilai pernyataan Risma itu tak sejalan dengan visi Presiden
Jokowi yang memiliki perasaan Indonesia-sentris.
“Pernyataan itu tidak tepat disampaikan. Ibu Mensos tidak memiliki sense
of Indonesia centris sebagaimana yang menjadi visi besar Presiden Jokowi,”
tuturnya.
Ace lalu menyarankan sebaiknya Risma memberikan sanksi yang edukatif agar
kinerjanya semakin membaik.
“Misalnya, tempatkan di daerah yang tingkat pengawasan terhadap kinerjanya
dari masyarakat yang tinggi agar dia bekerja sesuai dengan target yang telah
ditentukan,” ujarnya.
Terpisah, Aktivis HAM Natalius Pigai menyebut pernyataan Risma bernada
rasis dengan mengancam ASN yang tak becus akan dipindahkan ke Papua sembari berekspetasi
tentang Presiden Jokowi.
“Harap maklum, kalau orang Papua benci suku orangJawa sampai OPM ancam bunuh
orang Jawa di Papua. Rasisme sistematis terus berlangsung dan otak-otak rasis
ini masih dipelihara, beri jabatan dan kekuasaan. Sementara Jokowi selalu diam
atau dia juga pendukung rasisme, entahlah,” ujar Natalius, Kamis (15/7).
Pembelaan Kemensos terhadap Bu Risma
Melihat hal itu, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat angkat bicara.
Menurutnya, yang dilakukan Risma merupakan upaya menumbuhkan empati para pegawai
terhadap kondisi masyarakat, guna menyadarkan mereka agar mampu bekerja dengan
hati dengan keluar dari zona nyaman terlebih dahulu.
“Itulah yang dimaksudkan dengan pernyataan akan dipindahkan ke Papua,
tempat yang paling jauh (dari Bandung) tapi masih di Indonesia. Seluruh
pegawai harus mampu keluar dari zona nyaman, meninggalkan keluarga dan
kenyamanan rutinitas yang dialami sehari-hari, untuk berperan mengatasi masalah
sosial dari Aceh sampai Papua,” terang Harry seperti
dilansir detik dan dilihat vnn.co.id, Kamis (15/7).
Dengan begitu, Harry berpendapat bahwa kunjungan Risma
kemarin harus dimaknai sebagai cambuk semangat pegawai agar lebih peka dan
fokus melayani masyarakat di masa-masa seperti ini. Apalagi, dalam kunjugan itu
sempat disuguhkan hiburan dan hiasan yang tidak perlu dalam kondisi darurat
seperti ini.
“Kami harus belajar dari relawan Tagana bagaimana cara mengoperasikan dapur
umum,” lugas Harry.
Sebagaimana diketahui, dapur umum di Balai Wyata Guna Bandung diterapkan di
beberapa balai sosial lain yang juga terdapat dapur umumnya.
Saat ini
dapur umum dalam rangka meningkatkan ketahanan sosial masyarakat terdampak
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di wilayah Jawa-Bali
beroperasi di Jakarta, Bandung, Bogor, Solo, Surabaya, dan Denpasar.
Dapur umum tersebut mendistribusikan tambahan protein dan vitamin D bagi tenaga
kesehatan, tenaga operasional pendukung PPKM Darurat serta masyarakat umum yang
melakukan isolasi mandiri.
Kehadiran Kementerian Sosial dalam situasi tanggap darurat juga
diwujudkan dalam pemberdayaan sosial dan penanganan pasca-bencana sebagaimana
dilakukan di beberapa wilayah di Papua.
"Pasca banjir bandang awal tahun 2021
misalnya, hingga saat ini kami terus mendorong bangkitnya perekonomian
masyarakat melalui penyediaan perahu long-boat, fasilitasi koperasi untuk
membuka kios sembako, dan beragam kegiatan pengolahan hasil pertanian. Kami
berharap jajaran kami dapat terjun langsung ke daerah-daerah di Papua
pasca-PPKM Darurat ini," tutur
Harry.
Selain itu, Harry
juga menyebut bahwa Risma adalah ‘mamanya Papua’ sebab Mensos itu
sangat menyayangi Papua. Jadi tidak tepat jika Risma disebut rasis.
“Tadi pagi kami
dialog dengan Ibu Menteri dan Ibu tidak berpikir begitu. Ibu itu sangat
sayang dengan Papua, beliau itu punya track
record dangat baik dengan Papua,”
ujarnya.
“Silakan tanya ke
tokoh-tokoh Papua bagaimana seorang Bu Risma
itu sudah menjadi ‘mamanya Papua’ gitu,loh. Sekarang pun sebagai posisi sebagai menteri,” imbuhnya.
Harry lalu
menceritakan rekam jejak Risma kala membantu menyiapkan kebutuhan orang
Papua. Sejak menjadi wali kota, Risma suka bercerita bagaimana dirinya membantu masalah kemanusiaan yang dihadapi di Papua. Apalagi saat
menjadi Kemensos, ia terpanggil menugaskan orang-orangnya bekerja menyiapkan baik tanggap darurat bencana maupun
pasca tanggap darurat.
Red: Mega