Ilustrasi panic buying: Merdeka. |
Vnn.co.id, Gaya Hidup – Fenomena panic buying yang terjadi
hampir di seluruh negara, termasuk Indonesia agaknya menjadi perhatian yang
agak serius. Mengapa? Sebab perilaku yang berlebihan tersebut dapat menjadikan
suatu barang langka di pasaran.
Menurut Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono, panic
buying muncul akibat adanya demonstration effect, yakni di mana
seseorang akan meniru perilaku yang banyak dilakukan orang lain.
Selain kecemasan akan kebutuhan ekonomi, hal itu juga merupakan kepanikan
terhadap ketidaknormalan suatu kehidupan baik dalam hal kesehatan maupun
sosial.
Dalam hal ekonomi, seseorang akan berpikir barang itu akan cepat menghilang
atau habis apabila dirinya tidak mengambilnya dengan cepat. Atau kekhawatiran
akan melonjaknya harga barang tertentu apabila tidak segera memborongnya.
Kemudian dalam masalah kesehatan, fenomena memborong susu beruang hingga obat-obatan
penangkal Covid-19 merupakan bentuk dari sistem pendukung kesehatan yang sudah
tidak mampu berjalan dengan normal. Akhirnya orang-orang berbondong-bondong untuk
memasang keamanan diri sendiri.
Sehingga, menurut Drajat lagi, pembelian barang bukan karena produknya,
melainkan simbolik keyakinan saja. Hal-hal seperti itu diakibatkan oleh
informasi negatif dalam arti bukan kejelekan, akan tetapi memprovokasi konsumsi
seseorang.
Selain itu, seorang Perdana Menteri Australia Scott Morrison pada sebuah
pernyataan mengatakan bahwa perilaku panic buying dengan berlebihan
dalam membeli dan menumpuk barang merupakan tidak masuk akal, tidak membantu,
dan salah satu perilaku warga Autralia yang paling mengecewakan di tengah
krisis yang pernah ia lihat.
Hal itu diistilahkan dengan hoarding (perilaku menumpuk barang
secara ekstrem). Hoarding melibatkan
penmpukan barang-barang secara praktis dapat digunakan namun melebihi kemampuan
sebuah rumah untuk menampung secara fungsional.
Faktor kuat yang diduga memengaruhi perilaku hoarding ialah
ketidakmampuan seseorang untuk menghadapi kesulitan.
Sulit percaya pada pihak berwenang yang menjamin pasar tidak akan tutup. Walaupun mereka percaya, mereka akan tetap menumpuk barang untuk berjaga-jaga.
Pandemi yang semakin menggila mengingatkan orang-orang akan kematian, sehingga
peningkatan belanja dianggap mengurangi rasa ketakutan yang menyelinap.
Orang yang mampu dalam menghadapi kesulitan bisa saja menumpuk barang. Ketika
melihat rak-rak kosong, maka itu adalah pemicu mengambil barang-barang yang
tersisa. Sebab sebuah penelitian memperlihatkan bahwa melihat barang-barang yang
pasokannya sedikit lebih bernilai.
Sehingga, vnn.co.id menyajikan cara mengatasi fenomena panic buying
yang marak terjadi di beberapa tempat di Indonesia:
Membuat Daftar Belanja
Ada baiknya ketika berbelanja kita menentukan dahulu apa saja yang menjadi
prioritas untuk dibeli. Dengan begitu, kita tidak mudah mengambil barang-barang
yang tidak terlalu penting hanya karena rasa cemas akibat melihat rak-rak
kosong atau kepanikan supermarket akan tutup.
Selain itu, kita juga dapat memilih dan memilah mana barang yang sudah kita
miliki di rumah dan kapan barang-barang tersebut akan habis.
Sehingga kita bisa mengurangi sampah dan memikirkan kebutuhan orang lain,
termasuk lansia yang akan kesulitan mencari jika barang yang dibutuhkan habis.
Hal ini juga akan membantu kita dalam mengambil keputusan yang lebih baik
dalam melakukan pembelian.
Memperhatikan Ketahanan Suatu Barang
Dalam masa pandemi ini, apalagi diberlakukannya pembatasan yang cukup ketat
membuat aktivitas ke luar rumah semakin terbatasi. Sehingga ketika mendapat
kesempatan untuk keluar dan berbelanja menimbulkan kecemasan-kecemasan
tersendiri akan tidak terpenuhinya atau kekurangan bahan makanan.
Meski telah banyak tersedia layanan belanja di platform media sosial, agaknya
tiada yang menggantikan kepuasan dalam memilih ketika real berbelanja di
supermarket. Sehingga perlu trik khusus guna mengurangi mobilisasi dan bersosial
dengan orang banyak, yakni memilih bahan makanan yang tahan lama. Selain itu
produk makanan beku sedikit menolong karena bisa disimpan dalam waktu cukup
lama.
Terbuka dengan Merk Lain
Seringkali ketika seseorang sudah memakai suatu merk, maka dia akan setia
dan tidak mau mencoba yang lain.
Namun, apabila menghadapai sisuasi semacam ini, barang yang diinginkan habis
di mana-mana atau out of stock, maka satu-satunya jalan adalah mau terbuka
dan mencoba merk barang yang lain.
Hal ini merupakan satu cara untuk menghindari panic buying dalam berbelanja.
Bagaimana, Readers? Mau, kan mencoba untuk tidak panic buying lagi?
Red: Mega