Mengapa Banyak Remaja Jadi Pelaku Kekerasan Seksual? Ini Dia Kata Psikolog -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

Mengapa Banyak Remaja Jadi Pelaku Kekerasan Seksual? Ini Dia Kata Psikolog

, 11/02/2020 05:20:00 PM
(Sumber : KOMPAS.com)


Vnn.co.id - Dalam 3 tahun berturut-turut, pelaku dan korban kekerasan seksual dibawah usia 18 tahun masih ditemukan Komisi Nasional Perempuan dalam Catatan Tahunan 2020.

"Jika dibagi dengan pendiduk usia yang sama, 7 anak per 1 juta usia anak kurang dari 18 tahun berpotensi menjadi pelaku per tahun. Dengan kaya lain setiap hari rata-rata dua anak menjadi pelaku kekerasan," tulis Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan 2020.

Penjelasan dari psikolog
Psikolog Elizabeth T. Santosa atau Lizzie melihat jumlah pelaku kekerasan seksual di bawah umur 18 tahun dari tahun ke tahun semakin meningkat.

“Seperti yang sudah diketahui oleh awam, remaja sangat rentan terhadap pengaruh perilaku negatif seperti adiksi narkoba, seks bebas, prilaku kriminal dan jenis kenakalan remaja lainnya (juvenile deliquency),” jelas Lizzie.

Dalam masa itu, Lizzie menambahkan bahwa terjadi transisi hormonal yang memengaruhi cara berpikir remaja.

“Menurut teori Jean Piaget, remaja dapat berpikir abstrak. Namun, perkembangan kognitif terhadap sistem moral belum berkembang sempurna sehingga mereka mudah terjerumus perilaku negatif tanpa mempertimbangkan konsekuensi hukum di masa depan,” katanya.

Ada 6 karaker kelemahan remaja yang dijelaskan Lizzie kalau mereka belum ‘matang’ di bawah ini.

1. Argumentativeness
Senang berdebat karena kemampuan logika berpikir yang maju pesat.

2. Idealism vs criticalness
Perspektif dunia yang ideal terlampau jauh dari realitas hidup yang sesungguhnya.

3. Self-Conciousness
Sensitif dan fokus terhadap pendapat orang lain tentang dirinya sehingga kurang kepercayaan diri mengambil keputusan mandiri. Perlu persetujuan teman sebaya (kelompok).

4. Indecisiveness
Kurang memiliki kemampuan pengambilan keputusan dari banyak pilihan yang dimiliki sehingga seringkali bimbang (dalam bahasa gaul disebut ‘ababil’).

5. Specialness and invulnerability
Merasa diri istimewa dan ‘kebal’ dari konsekuensi serta norma masyarakat.

6. Apparent Hypocracy
Perspektif ideal dan cita-cita yang seringkali terlampau jauh dan tidak sebanding dengan usaha serta pengorbanan ditampilkan.

Peran orangtua
Pola asuh orangtua adalah faktor risiko tertinggi dari perilaku kekerasan seksual. Oleh karena itu, Lizzie memberikan beberapa cara agar orangtua menjaga anak supaya tidak menjadi korban dan pelaku kekerasan seksual.

Berikut ini merupakan 4 cara tersebut.
1. Menjadi teladan perilaku bagi anak dalam menerapkan nilai-nilai kesantunan, moral, keagamaan serta saling berkomunikasi dan terbuka satu sama lain.

2. Pendidikan seksual sejak dini sesuai dengan usia anak yamg diberikan oleh narasumber terlatih.

3. Terlibat aktif di lingkungan sekolah bersama orangtua lain dan guru, seperti Persatuan Orangtua Murid dan Guru (POMG) untuk berdiskusi mengenai topik atau isu permasalahan anak secara regular.

4. Supervisi orangtua dalam semua aktivitas dan kegiatan anak sehari-hari.

Pendidikan seksual bukanlah suatu hal yang tabu. Edukasi seks menumbuhkan perasaan dan kemampuan bertanggungjawab anak serta remaja dalam membuat keputusan seksualnya, dan membantu mereka keluar dari risiko penyakit alat reproduksi.


Sumber : KOMPAS.com
Editor : Ayu

TerPopuler

close