Pro-kontra Sertifikasi Penceramah Kemenag -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

Pro-kontra Sertifikasi Penceramah Kemenag

, 9/04/2020 12:13:00 AM


 Vnn.co.id – Menteri Agama, Fachrul Razi kembali mengeluarkan pernyataan  kontroversial. Ia mengatakan bahwa salah satu pintu masuk radikalisme ke masjid pemerintah, BUMN maupun masyarakat melalui para penghafal Qur’an atau hafidz.


“Caranya mereka masuk gampang; pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiz (hafal Alquran), mereka mulai masuk,” kata Menag, Fachrul dalam acara webinar bertema ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara’, yang disiarkan melalui channel Youtube, Kemenpan/RB (2/09/2020).


Menurut Fachrul, dengan penampilan good looking, merea mampu menarik simpati dari para jamaah serta pengurus masjid, sehingga dipercaya sebagai imam serta menjadi bagian dari pengurus masjid. Lanjut Fachrul, para penghafal qur’an tersebut akan merekrut rekan-rekannya yang juga berfaham radikal untuk masuk menjadi pengurus masjid.


“Lalu masuk teman-temannya. Dan masuk ide-idenya yang kita takutkan,” tutur Fachrul.


Ia menilai masjid-masjid di lingkup institusi pemerintahan dan BUMN berpotensi disusupi oleh paham radikal. Fachrul mengaku mengikuti shalat Jum’at di salah satu kementerian, jika khutbah jum’at di salah satu masjid kementerian bermuatan radikalisme. Namun ia tidak menjelaskan kementerian yang dimaksud.


“Saya pernah ingatkan seorang menteri, karena saya pernah Salat Jumat di masjid itu, saya terkejut, saya WhatsApp ke menteri yang bersangkutan, ‘bu, bahaya sekali, kok Salat Jumat di situ khotbahnya menakutkan banget,” ucap Fachrul.


Hal inilah yang kemudian membuat Fachrul berpesan kepada seluruh masjid di lingkungan kementerian untuk waspada terhadap masuknya gerakan radikal. Ia meminta agar semua pengurus masjid di kementerian, lembaga tersebut harus diisi oleh mereka yang merupakan pegawai dari instansi yang bersangkutan.


“Pengurusnya harus pegawai pemerintah kalau masjidnya di lingkungan pemerintahan. Tak boleh ada masyarakat umum di situ ikut jadi pengurus,” ujarnya.


Serifikat Penceramah


Selain memperketat masjid di lingkungan pmerintahan, ia juga berencana memperketat para pendakwah. Hal ini dilakukan dengan pemberian sertifikasi bagi para penceramah. Kementerian Agama (Kemenag) berencana mengadakan sertifikasi kepada 8.200 penceramah semua agama pada September ini. Bahkan kementerian akan tetap melaksanakan program ini sekalipun banyak ditolak.


“Kami buat program penceramah bersertifikat mulai bulan ini. kami cetak 8.200 orang, semua agama, sukarela, ada gesekan, enggak setuju, enggak masalah kami lanjut,” ucap Fachrul.


Untuk melaksanakan program tersebut Kemenag tidak akan melakukannya sendirian. Fachrul berencana melibatkan sejumlah lembaga negara seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) serta ormas-ormas keagamaan.


“Kami kerja sama majelis keagamaan, ormas-ormas, dengan BNPT, BPIP, kemudian Lemhannas. ini semua nanti mudah-mudahan akan menghasilkan penceramah paling tidak sudah dibekali dengan wawasan kebangsaan, Pancasila, hal-hal sensitif yang harus diperjuangkan dan enggak boleh sampai di eliminasi,” jelas Fachrul.


Fachrul berharap, program sertifikasi tersebut mampu menangkal paham radikalisme di masyarakat. Sebab hanya  para penceramah yang mempunyai sertifikat saja yang diizinkan untuk berceramah.


“Kalau ini sudah jalan tolong tanpa diumumkan, tolong yang diundang nanti penceramah di rumah-rumah ibadah kita hanya mereka-mereka yang sudah dibekali jadi penceramah bersertifikat. Mudah-mudahan dengan itu ada sedikit upaya mengeliminasi (radikalisme),” katanya.


Kritik Program Sertifikasi Penceramah


Salah satu pihak yang menolak rencana sertifikasi penceramah ialah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hal ini diungkapkan oleh PKS sejak Februari lalu. Rencana Kemenag tersebut dinilai sebagai kedzaliman yang diberikan oleh pemerintah kepada para mubaligh, penceramah.


“Jadi pemerintah itu condong dzalim dan condong tidak adil. Saya kurang setuju kalau mubaligh bersertifikasi,” tutur Iskan Qolba Lubis yang juga anggota Komisi VIII DPR (19/02/2020).


Iskan menilai program tersebut belum layak diterapkan. Sebab hal ini berpotensi untuk disalahgunakan oleh Kemenag. Kemenag dikhawatirkan hanya akan memberikan sertifikat kepada mereka yang ‘disukai’ oleh Kemenag. Menurutnya setiap mubaligh memiliki hak untuk berdakwah sesuai dengan kemampuan mereka.


“Itu kesannya pemerintah itu ingin mempersulit (Mubaligh-red), enggak setuju saya, jangan sampai Indonesia masuk ke negara diktator seperti Mesir lagi,” terang Iskan.


Lebih lanjut Iskan menjelaskan, bahwa program sertifikasi bagi pendakwah sangat tidak tepat. Tugas seorang mubaligh, da’i selama ini adalah suatu yang memang sewajarnya ada dalam agama, sesuai dengan kebutuhan agama sehingga tidak dibenarkan untuk dipersulit. Program sertifikat akan cocok jika diberikan kepada mereka yang bekerja di lembaga profesi seperti dokter dan guru misalnya.


“Begitu dia selesai pelatihan kasih bukti pelatihan saja, jadi sifatnya negara itu membantu meningkatkan kapasitasnya” jelas Iskan.


Selain Iskan, politisi PKS yang lain yang juga Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid juga mengkritisi program tersebut. Ia mengingatkan agar Kemenag tidak memberikan ‘kado terburuk’ bagi umat Islam dalam momentum 75 tahun Kemerdekaan Indonesia, serta tahun baru hijriah 1442H


“Padahal sesuai fakta sejarah, umat Islam sangat berjasa dalam menyelamatkan keutuhan NKRI. Khususnya ketika umat Islam mau berkorban, untuk memenuhi tuntutan mengubah sila pertama Pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga selamatlah keutuhan RI yang baru saja diproklamasikan tanggal 17-8-1945,” kata Hidayat Nur Wahid pada (19/8/2020).


Menurut Hidayat Nur Wahid, wacana sertifikasi mubaligh ini sudah bergulir sejak tahun 2015. Wacana tersebut juga dinilainya sangat berlebihan, oleh karenanya ia meminta agar Menag bisa berlaku adil. Misalnya memberlakukan sertifikasi penceramah untuk semua penceramah agama,  sehingga tidak ada saling mencurigai, dan prinsip beragama yang moderat, toleran, inklusif betul-betul menjadi komitmen bagi semua penceramah agama.


“Menteri Agama jangan diskriminatif terhadap umat Islam, dan harus berlaku adil sesuai sila ke- 2 dan ke- 5 Pancasila. Bila program sertifikasi itu akan dilaksanakan juga, harus profesional, amanah, adil dan tidak diskriminatif apalagi dengan politisasi,” jelas Hidayat Nur Wahid.


(Red)

TerPopuler

close