VNN.co.id - Kasus dugaan korupsi di tubuh PT Pertamina (Persero) terus bergulir. Kejaksaan Agung kembali menetapkan 18 orang sebagai tersangka dalam perkara tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang berlangsung sepanjang tahun 2018 hingga 2023.
Salah satu nama yang mencuat adalah pengusaha minyak ternama, Riza Chalid. Ia diduga terlibat dalam skandal penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) dan proyek pengadaan minyak mentah yang menyebabkan kerugian negara.
Berikut daftar sembilan tersangka baru yang diumumkan dari Gedung Bundar, Kamis (10/7/2025) malam:
-
Alfian Nasution (AN), mantan VP Supply dan Distribusi Pertamina (2011–2015) dan eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga (2021–2023)
-
Hanung Budya Yuktyanta (HB), Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina (2014)
-
Toto Nugroho (TN), VP Integrated Supply Chain (2017–2018)
-
Dwi Sudarsono (DS), VP Crude and Trading ISC Pertamina (2019–2020)
-
Arief Sukmara (AS), Direktur Gas, Petrokimia dan New Business di Pertamina International Shipping
-
Hasto Wibowo (HW), VP Integrated Supply Chain (2018–2020)
-
Martin Haendra (MH), Business Development Manager PT Trafigura (2019–2021)
-
Indra Putra (IP), Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi
-
Mohammad Riza Chalid (MRC), Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak
- Riva Siahaan (RS), mantan Dirut PT Pertamina Patra Niaga (2023)
- Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- Yoki Firnandi (YF), Dirut PT Pertamina International Shipping
- Agus Purwono (AP), VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
- Maya Kusmaya (MK), Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga
- Edward Corne (EC), VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga
- Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
- Dimas Werhaspati (DW), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim
- Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Komisaris PT Jenggala Maritim dan Dirut PT Orbit Terminal Merak
Alfian, Hanung, Riza, dan Gading disebut bekerja sama agar Pertamina menyewa terminal BBM Merak. Padahal, saat itu Pertamina belum membutuhkan fasilitas penyimpanan tambahan. Lebih lanjut, mereka menghapus klausul dalam kontrak awal yang semestinya membuat aset PT OTM menjadi milik Pertamina setelah 10 tahun masa sewa. Nilai sewa yang ditandatangani juga dinilai terlalu tinggi, yakni USD 6,5 per kiloliter. Akibatnya, negara merugi hingga Rp 2,9 triliun berdasarkan temuan BPK.
Sementara Arief Sukmara, Dimas Werhaspati, dan Agus Purwono diduga mengatur agar tender pengangkutan minyak dimenangkan oleh PT Jenggala Maritim. Dimas, yang menjabat sebagai komisaris di perusahaan tersebut, ikut terlibat. Selain itu, Muhammad Kerry juga diuntungkan dalam proyek pengangkutan ini. Harga sewa kapal pun dinaikkan dari USD 3,76 juta menjadi USD 5 juta.
Di sisi lain Indra Putra disebut sebagai pihak yang mendapatkan proyek coloading minyak mentah dari Afrika ke Indonesia dengan kapal Olympic Luna.
Sedangkan Dwi, Sani, dan Yoki diduga mengatur ekspor minyak mentah dari dalam negeri dengan dalih adanya kelebihan stok, padahal sebetulnya tidak ada surplus. Kilang dalam negeri justru diturunkan produksinya agar minyak lokal tidak terserap, dan kebutuhan digantikan dengan impor. Langkah ini menyebabkan kondisi seolah-olah Indonesia membutuhkan minyak impor, padahal di saat bersamaan minyak jenis serupa justru diekspor.
Selain itu, Toto Nugroho dituding memberikan perlakuan istimewa kepada mitra tertentu dalam lelang impor minyak mentah. Para supplier yang diundangnya sebenarnya tidak memenuhi syarat, namun tetap diikutkan dalam pengadaan karena sudah ada kesepakatan harga sebelumnya. Para mitra ini di antaranya adalah Kerry Riza, Dimas, dan Gading.
Pada kasus lain, Maya Kusmaya, Edward Corne, dan Riva Siahaan diduga membeli bensin RON 90 namun membayarnya dengan harga setara RON 92. Selain itu, mereka juga mencampur RON 88 dan RON 92 di Terminal OTM milik Kerry dan Gading, lalu menjualnya dengan harga RON 92.
Seluruh rangkaian perbuatan ini disebut menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, baik dari sisi keuangan maupun perekonomian nasional. Total kerugian yang dihitung mencapai Rp 285 triliun. ***