Gambar Konfrensi Perubahan Iklim 2021 atau COP26 (dw.com). |
Vnn.co.id, Tangerang - COP 26 atau konferensi para pemimpin negara yang dilaksanakan
di Glassgow, Britania Raya selama dua minggu, 31
Oktober sampai 12 November 2021 ini fokus membahas sejumlah upaya pengendalian perubahan iklim agar dapat mencegah kemungkinan-kemungkinan terjadinya
dampak buruk ke depannya. Salah satu upaya yang dibahas dalam konferensi ini
ialah adanya pemotongan emisi guna
menghentikan kenaikan suhu bumi 1,5° C pada akhir abad ini.
Dalam menyukseskan
pemotongan emisi tersebut, seluruh negara yang tergabung dalam COP26, termasuk Indonesia, harus berkomitmen dalam melaksanakan upaya tersebut
agar suhu bumi tidak terus-menerus meningkat tiap waktunya. Selain itu, juga disampaikan adanya perjanjian di mana sejumlah negara
maju akan memberikan dana sebesar 100 miliar dollar untuk membantu negara
berkembang agar dapat melaksanakan upaya pemotongan emisi tanpa merugikan
ekonomi negara tersebut.
Dilansir dari katadata.co.id, salah satu perusahaan
yang mengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia, yaitu PT Pertamina
turut berkontribusi dalam melakukan dalam melaksanakan upaya pemotongan emisi
tersebut. Dalam upayanya, PT Pertamina memasang target menurunkan emisi karbon
dioksida sebesar 29% pada 2030. Sebelumnya, perusahaan itu telah turut
berkontribusi dalam penurunan emisi sebesar 27,08% hingga tahun 2020. Persentase
tersebut sudah melebihi target nasional sebesar 26%.
Langkah yang dilakukan
oleh PT Pertamina dalam menurunkan emisi karbon dioksida, yaitu dengan
memanfaatkan flare gas sebesar kurang dari 75%. Selain itu, PT Pertamina juga
akan mengganti penggunaan bahan bakar minyak dengan gas bumi yang lebih ramah
lingkungan dan akan mengefisienkan energi di seluruh kegiatan operasinya untuk
mengejar komitmen perusahaan dalam menurunkan emisi karbon dioksida di
Indonesia sebagaimana yang direncanakan dalam COP26 untuk menghentikan
kenaikan suhu bumi.
“Ke depan sudah
kita canangkan bahwa suplai BBM Pertamina ke masyarakat secara persentase akan
menurun dan digantikan dengan gas,” ujar Senior Vice President Corporate
Strategic Growth PT Pertamina, Daniel S Purba yang dikutip dari katadata.co.id pada Senin (08/11).
Selain upaya penurunan
dan pemotongan emisi, upaya lainnya dalam mengendalikan krisis iklim pun turut
dibahas dalam COP26. Salah satunya ialah upaya pengendalian iklim dalam sektor
pertanian yang tertulis dalam keputusan penting Konvensi Rangka Kerja PBB atau
UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change), yaitu Kronovia Joint Work on Agriculture (KJWA), di mana dalam keputusan tersebut
membahas mengenai potensi-potensi sektor pertanian yang dapat dilakukan dalam
mengatasi perubahan iklim.
Dilansir dari medcom.id, dalam KJWA tersebut terdapat
beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim dalam
sektor pertanian. Di antaranya ialah perbaikan pengelolaan tanah dan hara,
pengelolaan peternakan dan kesehatan ternak, penguatan kebijakan penanganan
perubahan iklim serta dimensi sosial ekonomi dan ketahanan pangan.
Direktur Jenderal
Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Laksmi
Dhewanthi mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut diadopsi dalam agenda
Subsidiary Body for Scientific and
Technological Advice (SBSTA) dan Subsidiary
Body for Implementation (SBI). Kesepakatan-kesepakatan terkait upaya
pengatasan perubahan iklim dalam sektor pertanian tersebut dianggap sangat relevan
bagi Indonesia.
“Penanganan perubahan iklim sektor pertanian perlu ditingkatkan,” ujar Laksmi yang dikutip dari medcom.id pada Senin (08/11).
Rep: Alfi
Khaerotunnisa
Editor: Mega