Sinergitas Antar Aparat Penegak Hukum untuk Wujudkan Hukum yang Berkeadilan -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

Sinergitas Antar Aparat Penegak Hukum untuk Wujudkan Hukum yang Berkeadilan

, 11/17/2021 03:19:00 PM
Ilustrasi: Investordaily.


Oleh : Sofyan Mohammad**


--------------------------------------------------------------------------


Vnn.co.id, Salatiga - Mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan era kini menjadi sebuah keniscayaan, karenanya peran serta semua pihak termasuk partisipasi masyarakat juga sangat diperlukan. Namun hal yang fundamental adalah perlunya sinergitas antarinstansi penegak hukum baik dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Advokat beserta beberapa lembaga terkait, misalnya Kementerian Hukum dan HAM maupun lembagalembaga lainya.


Empat pilar penegak hukum yang biasa disebut catur wangsa ini dituntut bisa mengimplementasikan segala kewenangan yang dimiliki secara profesional dan terukur melalui sistem koordinasi untuk mewujudkan keterpaduan dalam penegakan hukum.


Terkait dengan hukum sendiri, banyak sekali definisinya. Namun setidaknya kata kunci hukum menurut Hans Kelsen, hukum adalah sebagai gejala normatif, hukum sebagai gejala sosial, karena hukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan-aturan (rules) tentang perilaku manusia.


Sudut pandang ini lebih menekankan pada aspek hukum dari sisi sosial yang berfungsi sebagai sarana social control untuk mencapai kepastian hukum, dalam artian UU yang diterapkan benar-benar terlaksana oleh penguasa. Maka dalam hal ini diperlukan peran penegak hukum sebagai bagian fungsi pengendalian sosial untuk mewujudkan keseimbangan kehidupan masyarakat, sehingga hukum akan benar-benar berfungsi sebagai alat untuk memelihara ketertiban dan pencapaian keadilan.


Peran profesional penegak hukum menjadi sangat fundamental sebab merupakan pilar terciptanya keadilan, keempat-empatnya sama-sama penting dan saling terkait masalah kewenangannya, sehingga apabila ada satu di antara penegak hukum bertindak di luar batas kewenangannya, maka hal tersebut akan menjadikan hukum tidak bisa berjalan dengan baik yang berdampak hilangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum itu sendiri.


Persoalan penegakan hukum memang menjadi problematik yang harus diselesaikan, beberapa hambatan penegakan hukum di antaranya adalah masih rendahnya integritas moral aparat penegak hukum, sehingga penegak hukum belum bisa menjalankan kewenangannya secara profesional (cakap, terampil dan intelektual rendah/miskin wacana hukum kekinian), faktor lainnya karena memang masih rendahnya tingkat kesadaran hukum masyarakat serta sering ditemuinya intervensi, baik dari pemerintah maupun kekuatan lain dalam proses penegakan hukum.


Problem itulah yang kemudian menjadikan ada oknum penegak hukum yang masih melakukan pelanggaran yang dapat menodai citra, pangkat, jabatan maupun martabatnya sebagai penegak hukum. Harus diakui proses penegakan hukum saat ini masih perlu perbaikan, centang-perentang penegakan hukum masih menemukan adanya insiden.


Aparat penegak hukum, seperti Hakim, Jaksa, Polisi maupun Advokat dalam menjalankan fungsinya belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Sering muncul asumsi dari masyarakat, yaitu masih banyak putusan hukum yang tidak berdasarkan rasa keadilan, sehingga timbul ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan penegakan hukum, hal-hal tersebut yang menjadi salah satu pemicu perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) oleh masyarakat terhadap pelaku kejahatan yang terjadi.


Untuk menegakkan hukum, maka masing-masing penegak hukum sekurang-kurangnya harus memahami bahwa membangun dan menegakkan hukum sangat dipengaruhi oleh tiga komponen penting, yaitu legal structure, legal substance, dan legal culture. Oleh karenanya, untuk dapat mewujudkan sistem hukum yang berkeadilan perlu melibatkan partisipasi masyarakat sebagai budaya hukum dengan cara menghormati hukum adat dan hukum agama sebagai salah satu sumber hukum serta harus pula ada kesadaran untuk mulai mereformasi peraturan perundang-undangan yang masih ber-genre kolonialisme yang nampaknya sudah tidak relevan lagi dengan suasana negara yang merdeka dan demokratis.


Maka perilaku aparat penegak hukum juga perlu diperbaiki sehingga tidak hanya sistem hukumnya saja yang baik, tetapi implementasi kinerja aparat penegak hukum juga harus baik, yaitu memiliki semangat keadilan yang berwawasan morality sebagai sebuah komitmen dan tindakan.


Hukum merupakan sistem, bukan sekadar kumpulan peraturan-peraturan. Peraturan-peraturan itu dapat diterima secara sah apabila dikeluarkan dari sumber-sumber yang sama, seperti peraturan hukum, yurisprudensi, dan kebiasaan. Namun yang substansial adalah ketika para penegak hukum bisa menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya.


Empat pilar penegak hukum, yakni Hakim, Jaksa, Polisi, dan Advokat memiliki fungsi, peran, dan kewenangannya semua telah diatur dalam undang-undang.


Hakim sebagai benteng penegakan hukum diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, didefinisikan pasal 1 angka 5, “Hakim adalah pada mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan hakim pada peradilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. 


Peranan hakim menjadi tugas utama tentunya dalam menegakkan hukum dan untuk memimpin administrasi peradilan secara independen dan imparsial. Selain itu, hakim memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara yang diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, mengadili dan memutus perkara tertentu dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam UU, memutuskan seseorang bersalah atau tidak bersalah dengan mengedepankan keadilan dan kebenaran.


Kejaksaan selaku penegak hukum, dasar hukumnya dapat terbaca dalam UU No. 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). 


Dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).


Kepolisian sebagai aparat penegak hukum dasar hukumnya sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam pasal 1 angka 1 yang berbunyi, "Kepolisian adalah segala hal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan".


Pasal 4, Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam pasal 5, keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina, mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.


Advokat selaku elemen penegak hukum dalam menjalankan profesinya  mendasarkan pada UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang mana terkait dengan Hak dan Kewajiban Advokat sebagaimana diatur dalam pasal 14, Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Pasal 15, Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang -undangan. 


Dalam pasal 16, Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan. Pada pasal 17, dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Sebagai profesi yang sering disebut dengan oficium nobile (profesi yang mulia), maka di dalam menjalankan profesi tersebut seorang Advokat punya tanggung jawab moral dan hukum karena apa yang dilakukannya adalah menyangkut hak konstitusional warga negara, yaitu hak kehidupan yang terkait dengan ekonomi, harkat, dan martabat seseorang, sehingga profesi yang dijalankan oleh Advokat dalam rangka penegakkan hukum kebenaran dan keadilan sosial untuk masyarakat.


Bertolak dari catatan ringan tersebut, maka menjadi keharusan nampaknya bagi seluruh aparat penegak hukum untuk saling bersinergi satu sama lain dengan meningkatkan komitmen menjalankan kewenangan secara profesional dan terukur dengan metode saling koordinasi dengan tetap menghormati hak dan kewajiban masing-masing pihak sebagai bagian dari komitmen menuju proses penegakan hukum yang berkeadilan.*


Bagaimana pendapatmu tentang sinergitas antar aparat penegak hukum saat ini?


---------------------------------------


* Catatan ringan atas respon singkat beredarnya video di medsos tentang aksi seorang Advokat di Banyuwangi yang melakukan protes di sebuah kantor Kepolisian dengan menghambur-hamburkan uang. (15/11/2021) https://youtu.be/kAGKfswXXMc.


REFERENSI BACAAN


- Ari Yusuf Amir. 2008. Strategi Bisnis Jasa Advokat. Yogyakarta: Navila Idea.

- Kitab Advokat Indonesia. 2007.  Bandung: Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) PT. Almuni.

- Jimly Assiddiqie dan Ali Safa’at. 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum. Jakarta: Konstitusi Press.

- UU No. 49 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

-  UU No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 

- UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

- UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat.


Semoga bermanfaat !


-------------------------------------


** Penulis adalah praktisi hukum yang sehari-hari tinggal di desa.


Editor: Mega

TerPopuler

close