Ilustrasi Stunting (Kumparan.com) |
Vnn.co.id,
Tangerang - Pandemi Covid-19 sampai saat ini masih
mewabahi Indonesia sejak tahun 2020. Pandemi ini memberikan banyak dampak buruk
kepada masyarakat, seperti hilangnya pekerjaan dan pendapatan, kesulitan untuk
mengakses tempat umum seperti sekolah, kantor, dan tempat umum lainnya, bahkan pandemi
Covid-19 ini dapat menimbulkan adanya masalah kesehatan lain seperti stunting.
Stunting merupakan sebuah kondisi dimana
terhambatnya perkembangan dan pertumbuhan pada anak yang disebabkan oleh
kekurangan gizi yang dialami oleh anak sejak di dalam kandungan hingga pada
usia 24 bulan. Terhambatnya perkembangan dan pertumbuhan pada anak yang
mengalami stunting dapat mempengaruhi potensi anak di masa mendatang, bahkan
jika dampak parahnya dari stunting ialah dapat menyebabkan kematian.
Stunting sendiri di Indonesia sudah
menjadi permasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan sebelum adanya pandemi
Covid-19 ini, bahkan Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus stunting
tertinggi dan menempati urutan keempat di dunia dan urutan kedua di Asia
Tenggara. Dilansir dari bkkbn.go.id,
pada tahun 2019 hasil dari Survei Status Gizi
Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting
berada pada 27,67 persen, namun walaupun angka stunting ini menurun, angka
tersebut masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak
boleh lebih dari 20 persen.
Sedangkan menurut data
yang dilansir dari stunting.go.id
pada senin (15/11) hasil dari survei yang dilakukan oleh BKKBN (Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) pada 1 April hingga 31 Mei
2021 terhadap 68,48 juta kepala keluarga di 34 provinsi, menunjukkan bahwa
terdapat sebanyak 12% keluarga yang berisiko stunting dari jumlah
yang di survei. Adanya data tersebut dapat dijadikan sebagai acuan oleh
pemerintah dalam menangani stunting dengan lebih baik lagi, terutama di masa pandemi
ini.
Dampak Covid-19 yang dapat menyebabkan
pendapatan masyarakat menurun bahkan hingga menghilang membuat masyarakat
menjadi kesulitan untuk mendapatkan pasokan makanan terutama bagi ibu hamil dan
juga bayi. Jika dampak terus terjadi maka kemungkinan akan terjadi peningkatan
tajam dalam jumlah anak-anak Indonesia yang mengalami gizi buruk, sehingga
dapat timbul resiko terjadinya stunting. Untuk itu diperlukannya tindakan cepat
untuk menangani permasalahan ini.
Dilansir dari kompas.com, Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim
Iskandar memastikan bahwa penanggulangan stunting menjadi program yang
diprioritaskan dalam pembangunan desa. Halim juga mengatakan bahwa dalam dua
tahun terakhir pihaknya telah menurunkan anggaran dana untuk penanggulangan
stunting sebesar 11,3 triliun rupiah. Dana tersebut digunakan untuk pembelian
makanan tambahan anak, pembelian obat dan vitamin untuk pondok bersalin desa,
rehabilitasi dan operasional layanan Posyandu, rehabilitasi dan operasional pos
kesehatan desa, hingga operasional bidan desa, dan juga untuk menunjang
ketersediaan air bersih dan sanitasi.
Selain itu, pemerintah
juga saat ini telah membentuk sebuah program yang bertujuan untuk
mengkampanyekan informasi seputar stunting yaitu GenBest (Generasi Bersih dan
Sehat Bebas Stunting). Program ini dikoordinatori oleh Kementrian Komunikasi
dan Informasi (Kemkominfo) dan bekerja sama dengan BKKBN. GenBest memanfaatkan
media internet dan juga media sosial serta aplikasi GenBest untuk menyebarkan
informasi seputar stunting dalam bentuk artikel, infografis, video, bahkan
komik. Kampanye ini dilakukan agar masyarakat lebih mengetahui dan memahami
stunting sehingga dapat menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat,
serta bebas dari stunting.
Rep : Alfi
Khaerotunnisa
Editor : Sukmasih (VNN.co.id)