Ilustrasi Pelecehan Seksual (news18.com) |
Vnn.co.id, Tangerang - Saat ini tengah ramai pelecehan seksual terjadi di
Indonesia, baik di tempat kerja, sekolah atau universitas bahkan di rumah yang
seharusnya tempat tersebut menjadi tempat yang cukup aman dari peristiwa
tersebut, namun nyatanya tidak. Bahkan pelecehan dilakukan oleh orang yang
tidak terduga, seperti rekan kerja, guru atau dosen bahkan anggota keluarga.
Hal ini tentu
saja sangat memprihatinkan karena para korban yang mengalami pelecehan seksual
seringkali menjadi trauma bahkan membuat mereka merasa takut untuk bercerita
mengenai apa yang mereka alami saja membutuhkan keberanian, sehingga membuat para
pelaku pelecehan seksual terkadang tidak ditindak secara hukum karena tidak
adanya laporan yang dilakukan oleh korban.
Namun seiring
waktu berjalan, para korban pelecehan seksual saat ini sudah cukup berani untuk
menceritakan pengalaman pahitnya. Meskipun tidak bercerita secara langsung
kepada orang terdekat tetapi mereka melakukannya di sosial media dan menjadikan
sosial media sebagai sarana bagi mereka untuk meceritakan kisah kelamnya.
“Kalau curhat
kepada keluarga atau teman ada ketakutan tidak dipercaya, (jadi) aib, atau
malu. Jadi media sosial menjadi tempat yg tepat untuk menuangkan pengalaman
mendapat pelecehan seksual, dan ini bagus menurut saya karena bisa melepas
beban korban,” ujar Mia Dwianna, Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
dalam keterangannya kepada Vnn (12/11).
Dalam hal ini,
masyarakat khususnya para pengguna sosial media atau warganet turut berperan
dalam penanganan kasus pelecehan seksual saat ini. Ketika ada korban pelecehan
seksual menceritakan pengalamannya di sosial, warganet ramai merespon kisah
tersebut dengan beragam dukungan untuk para korban yang membuat korban berani
untuk angkat bicara. Tak hanya itu, bahkan warganet juga menjadikan kisah para
korban menjadi trending, sehingga kasus tersebut dapat diketahui oleh pihak
berwajib dan kemudian ditangani.
“Media sosial
kan ibarat pisau bermata dua. Dia bisa menjadi hal yang menguntungkan bila
memang berisi content yg positif, dan hal yang merugikan bila content negatif.
Jadi sah-sah saja pihak berwajib menjadikan medsos sebagai sumber informasi,”
kata Mia.
Bukan hanya
warganet saja, saat ini pemerintah pun turut memaksimalkan upaya mereka dalam
menangani kasus – kasus pelecehan seksual yang akhir - akhir ini tengah ramai terjadi. Salah satunya
ialah upaya yang dilakukan oleh Komnas HAM. Saat ini Komnas HAM membuka layanan
pengaduan melalui email dan juga sosial media untuk memudahkan pelapor terutama
dalam kondisi pandemi seperti saat ini.
Para korban atau
pelapor dapat mengirim laporan melalui email Komnas HAM atau melalui Direct Message (DM) di Facebook,
Instagram atau Twitter Komnas HAM, disertai dengan bukti – bukti. Lalu laporan
tersebut pun akan diproses selama 1 x 24 jam dan kemudian akan diteruskan
kepada forum pengadaan layanan sesuai domisili pelapor atau korban.
Bukan hanya
Komnas HAM saja, karena banyaknya kasus pelecehan seksual terjadi di sarana
pendidikan seperti Universitas, Kementrian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi
Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristekdikti) juga melakukan upaya untuk menangani
kasus pelecehan seksual yang terjadi kepada mahasiswa yaitu dengan dibuatnya
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual di Perguruan Tinggi.
Mia Dwianna
mengatakan bahwa adanya upaya – upaya yang dilakukan baik oleh Komnas HAM atau
Kemedikbud tentu saja merupakan respon yang baik terhadap maraknya kasus
pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia ini. Karena menurut Mia sampai saat
ini kasus pelecehan seksual belum menjadi prioritas untuk diselesaikan secara
tuntas dan lenyap begitu saja seiring dengan waktu berlalu.
“Itu Bagus,
terlihat sudah ada niat baik dari pemerintah memperhatikan kasus pelecehan
seksual. Walaupun penanganan dan
penyelesaian kasusnya masih diragukan untuk sampai tahap naik perkara, karena penyelesaian
kasus pelecehan seksual tidak hanya sampai pada tahap pelaporan saja. Saya
melihat kasus pelecehan seksual belum menjadi prioritas untuk diselesaikan
secara tuntas, Jangankan di tingkat negara, di tingkat kampus saja banyak yg
lenyap begitu saja seiring waktu berlalu,” Jelas Mia.
Rep : Alfi
Khaerotunnisa
Editor : Sukmasih (VNN.co.id)