Melati, Guru TK yang Diteror Debt Collector (Detik). |
Vnn.co.id, Malang – Seorang guru TK terpaksa meminjam uang Rp 2,5 juta secara online guna memenuhi persyaratan pihak sekolah tempatnya mengajar, yakni menyandang gelar S-1 agar dapat menjadi guru pengajar bukan guru pendamping. Tanpa disangka, hal itulah yang membuatnya tercekik hingga nyaris bunuh diri.
Selama mengabdikan diri menjadi guru TK, baru ini persyaratan itu diwajibkan.
Sehingga Melati, guru TK itu pun mengambil jenjang S-1 di Universitas Terbuka (UT).
Namun, saat mencapai semester 9, Melati tak sanggup membayar uang semester
sejumlah Rp 2,5 juta. Hingga akhirnya, ia mendapat saran dari temannya untuk
meminjam uang secara online melalui aplikasi pinjaman online (Pinjol).
“Awal cerita, saya pinjam online adalah karena kebutuhan untuk membayar
biaya kuliah di salah satu universitas di Kota Malang sebesar Rp 2.500.000
karena memang dari tuntutan lembaga tempat saya mengajar harus punya ijazah,”
ungkap Melati, Senin (17/5/21).
Ia lalu meinjam ke aplikasi pinjol dengan persyaratan mengirimkan foto KTP
dan rekening bank, uang pinjaman pun ditransfer ke rekeningnya. Namun, ia
mengaku bunga dari pinjol tersebut sangan besar, dengan mencontohkan meminjam
Rp 1,8 juta akan tetapi uang yang diterima hanya Rp 1,2 juta.
Sebab satu aplikasi saja tidak cukup untuk menutup kekurangan biaya Rp 2,5
juta, akhirnya ia meminjam ke beberapa aplikasi pinjol lain, hingga mencapai 5
aplikasi.
“Akhirnya saya pinjam online. Karena satu aplikasi hanya bisa maksimal Rp
400 ribu sampai Rp 600 ribu, saya akhirnya pinjam ke 5 aplikasi,” terang
Melati.
Sayangnya, Melati hanya diberi tenggat waktu 7 hari untuk melunasi utang-utangnya.
Namun, masih berjalan 5 hari tagihan pun sudah berdatangan dengan bunga yang
sangat mencekik.
“Dalam waktu lima hari, sudah ditagih. Bunganya 100 persen dari pinjaman. Misal
saya pinjam Rp 600 ribu ditagih bayar Rp 1,2 juta,” tuturnya.
Lagi-lagi ibu dua anak itu terpaksa meminjam di aplikasi pinjol lain. Ibarat
buka lubang tutup lubang, ia kemudian terlilit utang sampai Rp 40 juta di 24
aplikasi dan banyak diteror oleh debt collector.
“Dari 24 aplikasi, lima ilegal dan sisanya ilegal. Atas saran teman, saya
kembalikan dulu yang aplikasi legal, tapi hanya pokoknya saja,” lanjutnya.
Ia tak menyangka jika kejadian itu membuatnya kehilangan pekerjaan dan
teman. Selama itu, Melati mendapatkan teror via SMS, hatsApp, hingga melalui
medsos. Para debt collector sampai menduplikasi nomor-nomor di kontak Melati
dan menyebarkan ancaman hingga hasutan kepada teman-temannya, hingga membuatnya
dipecat dari sebab dinilai membuat malu.
“Di situ saya akhirnya berhenti dan tidak mengajukan (pinjaman-red) lagi
karena pinjaman saya yang terus bergunung, dan adanya ancaman-ancaman,
intimidasi, dan menakut-nakuti yang membuat saya menjadi depresi,” jelas
Melati.
“Kenyataan pahit ini membuat saya jatuh dan penderitaan hidup saya semakin berat.
Saking beratnya saya sampai berpikir untuk mengakhiri hidup saya,” imbuhnya.
Melati pun mencoba mencari bantuan kepada advokat Slamet Yuono yang
akhirnya diberi alternatif untuk menyelesaikannya melalui jalur hukum atau
non-hukum, dengan melapor ke Satgas Investasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
hingga Mabes Polri.
Red: Mega