Ilustrasi Vaksin Covid-19 (Foto: Kompas). |
Vnn.co.id, Jakarta – Kepala BPOM Penny K Lukito mengungkapkan
alasan Vaksin Nusantara tak kunjung diberikan izin oleh BPOM (Badan Pengawas Obat
dan Makanan).
Ia mengatakan bahwa terdapat sejumlah catatan, termasuk Kejadian
yang Tak Diinginkan (KTD) selama proses uji vaksin ini. Hal itu terungkap saat hearing
atau diskusi bersama para peneliti Vaksin Nusantara pada 16 Maret lalu. Sebanyak
71,4 persen relawan ternyata mengalami KTD dalam uji fase itu.
Sebanyak 20 dari 28 subjek mengalami Kejadian yang Tak
Diinginkan (KTD) dalam grade atau kategori 1 dan 2. Beberapa di
antaranya termasuk kategori 3 dengan tingkat keluhan lebih berat.
Kejadian Tak Diinginkan Kategori 3:
- 6 subjek mengalami hipernatremi
- 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN)
- 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol
Kejadian Tak Diinginkan Kategori 1 dan 2:
- Nyeri lokal
- Nyeri otot
- Nyeri sendi
- Nyeri kepala
- Penebalan
- Kemerahan
- Gatal
- Petechiae (ruam)
- Lemas
- Mual
- Demam
- Batuk
- Pilek dan gatal
Kejadian pada grade 3 adalah kriteria penghentian
pelaksanaan uji klinik. Namun, para peneliti tidak menghentikan proses uji Vaksin
Nusantara.
Penny menyebutkan bahwa para peneliti tak
memahami proses pembuatan vaksin pun yang berbasis sel dendritik sebab tak terlibat dalam penelitian, dan semua
pertanyaan yang diajukan mengenai vaksin ini dijawab oleh peneliti ALVITA Biomedica Inc USA yang tak dicantumkan
nama peneliti di sana.
Ia juga mengatakan bahwa semua bahan utama pembuatan Vaksin Nusantara berasal dari Amerika Serikat. Sehingga, butuh waktu lebih lama dalam memproduksinya lantaran
industri farmasi yang bekerja sama dengan ALVITA Biomedica Inc belum memiliki sarana produksi.
“Membutuhkan waktu 2 hingga 5 tahun untuk mengembangkan di Indonesia,” ujarnya dikutip vnn pada Ra
Meski begitu, uji fase II di RSPAD Gatot Soebroro masih terus berlanjut.
Terpisah, Juru bicara vaksinasi Covid-19
Lucia Rizka Andalusia mengatakan, belum ada izin edar untuk uji fase II Vaksin Nusantara
ini.
“Konsekuensinya kalau sebagai penelitian
saja tidak apa-apa, asal tidak menjadi produk yang akan dimintakan izin edar,”
jelas Lucia, Rabu (14/4/21).
Red: Mega