BREAKING NEWS
IKLAN PENERJEMAH

Purbaya Tegaskan APBN Tak Akan Dipakai Tutupi Utang Jumbo Kereta Cepat Rp 116 Triliun

 


Jakarta, VNN.co.id - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menggunakan uang negara atau APBN untuk menanggung utang jumbo proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) alias Whoosh.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tersebut kini tengah menjadi sorotan publik lantaran beban utangnya menembus Rp 116 triliun

Danantara, sebagai superholding BUMN, disebut tengah mencari opsi untuk meringankan pembiayaan proyek itu, termasuk kemungkinan meminta dukungan dana dari APBN. Namun, Purbaya menolak tegas wacana tersebut.

Menurutnya, utang proyek KCIC bukan tanggung jawab pemerintah, melainkan sepenuhnya urusan badan usaha milik negara yang terlibat di dalamnya. 

Ia menegaskan, hingga kini pihaknya belum menerima permintaan resmi dari Danantara.

“Kalau sudah dibuat Danantara, kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp 80 triliun atau lebih. 

Harusnya mereka manage dari situ, jangan ke kita lagi (Kemenkeu),” ujar Purbaya dalam sambungan Zoom Meeting saat Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10).

Purbaya juga mengingatkan bahwa sejak pembentukan superholding Danantara, seluruh dividen BUMN telah menjadi milik entitas tersebut dan tidak lagi tercatat sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). 

Nilainya diperkirakan mencapai Rp 80 triliun per tahun.

Dengan sistem baru itu, lanjutnya, BUMN di bawah Danantara diharapkan mampu mengelola proyek strategis dan risiko finansialnya secara mandiri.

“Jangan ke kita lagi, karena kalau enggak ya semuanya ke kita lagi — termasuk dividennya. Jadi ini kan mau dipisahin antara swasta sama pemerintah. Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak pemerintah,” tegasnya.

Bukan Utang Pemerintah

Hal senada disampaikan oleh Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kemenkeu, Suminto, yang menegaskan bahwa utang proyek KCJB tidak ada kaitannya dengan pemerintah pusat.

“Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu kan business-to-business. Jadi untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu tidak ada utang pemerintah,” kata Suminto di Bogor, Jumat (10/10).

Ia menjelaskan, pembiayaan proyek tersebut berasal dari ekuitas konsorsium serta pinjaman dari China Development Bank (CDB). “Jadi tidak ada pinjaman pemerintah,” tegasnya.

Sebagai informasi, proyek KCJB dimiliki oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), konsorsium antara badan usaha Indonesia dan China. Dari pihak Indonesia, kepemilikan diwakili oleh sejumlah BUMN yang dikoordinasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Dua Opsi dari Danantara

Tingginya beban utang membuat Danantara kini menyiapkan dua opsi penyelesaian jangka panjang.

Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, menyebut pihaknya tengah mempertimbangkan dua langkah utama yaitu menambah penyertaan modal (equity) atau menyerahkan infrastruktur proyek kepada pemerintah.

“Apakah kemudian kita tambahkan equity yang pertama atau kemudian memang ini kita serahkan infrastrukturnya sebagaimana industri kereta api yang lain. Infrastrukturnya itu milik pemerintah. Nah, ini dua opsi yang kita coba tawarkan,” jelas Dony di Jakarta, Kamis (9/10/2025), dikutip dari Kompas.com.

Namun, hingga saat ini Kementerian Keuangan menegaskan belum ada rencana untuk menggunakan APBN sebagai penopang utang atau pembengkakan biaya proyek KCJB. 

Pemerintah menilai, proyek tersebut sepenuhnya harus diselesaikan oleh entitas bisnis sesuai mekanisme korporasi.

KAI Akui Keuangan Tertekan

Besarnya beban utang proyek KCIC juga disebut menekan kondisi keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Dalam laporan keuangannya, KAI mencatat adanya tekanan signifikan akibat proyek tersebut. Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, mengatakan bahwa pihaknya kini berkoordinasi dengan Danantara untuk mencari solusi bersama.

“Kami akan koordinasi dengan Danantara untuk masalah KCIC ini, terutama kami dalami juga. Ini bom waktu,” ungkap Bobby dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025) lalu.

Dengan tegas, pemerintah ingin memastikan proyek kereta cepat tetap berjalan tanpa harus membebani keuangan negara.

close