BREAKING NEWS
IKLAN PENERJEMAH

Dua Tahun Serangan Israel, Wanita Palestina Ini Kehilangan Seluruh Keluarganya

 

Jakarta, VNN.co.id - Dua tahun serangan Israel tanpa henti di Jalur Gaza telah menumpuk duka demi duka bagi Inas Abu Maamar, warga Palestina yang kini hidup terlunta setelah kehilangan hampir seluruh anggota keluarganya.

Pada awal perang, sebuah foto dari Reuters mengguncang dunia menunjukkan Abu Maamar di ruang jenazah rumah sakit Nasser, Khan Younis, memeluk tubuh keponakannya yang berusia lima tahun, Saly, yang dibungkus kain kafan.

Sejak saat itu, derita Abu Maamar tak berhenti. Serangan udara dan tembakan tank Israel telah menewaskan banyak anggota keluarganya. 

Kini, perempuan berusia 38 tahun itu hidup tanpa rumah, tanpa keluarga, dan hanya merawat keponakannya yang yatim piatu, Ahmed.

Menurut laporan, Saly tewas saat misil Israel menghantam rumah keluarga mereka di Khan Younis, selatan Gaza, pada 17 Oktober 2023. Ledakan itu juga menewaskan bibi dan paman Abu Maamar, saudara iparnya, serta kedua sepupu Saly termasuk adik bayinya, Seba

Musim panas tahun ini, ayah Abu Maamar dan saudaranya, Ramez, ayah Saly ikut tewas saat berusaha membawa makanan untuk keluarga.

Mereka hanyalah sebagian dari lebih dari 67.000 warga Palestina yang, menurut otoritas kesehatan setempat, telah tewas akibat serangan militer Israel di Gaza. 

Ribuan lainnya diyakini masih tertimbun di bawah reruntuhan dan belum tercatat dalam angka resmi.

“Perang ini menghancurkan kami semua. Ia menghancurkan keluarga kami, rumah kami, dan meninggalkan rasa sakit yang tak akan pernah hilang,” kata Abu Maamar dengan suara berat.

Israel melancarkan serangan besar-besaran dua tahun lalu sebagai balasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 250 lainnya. 

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikeras akan melanjutkan perang hingga Hamas “dihancurkan sepenuhnya,” sementara militer Israel terus menggempur Gaza City di bagian utara.

Meski militer Israel mengklaim berusaha menghindari korban sipil dan hanya menyerang posisi Hamas, kelompok tersebut membantah tuduhan bahwa mereka bersembunyi di antara warga sipil.

Kini, Abu Maamar dan sisa keluarganya bertahan hidup di kamp tenda di dekat pantai Gaza. Tanah berpasir menjadi tempat tidur mereka, sementara makanan dan air bersih semakin langka. 

Penyakit menyebar cepat, dan setiap dentuman bom membuat warga yang sudah trauma semakin ketakutan.

Namun yang paling membuat Abu Maamar cemas adalah masa depan Ahmed. Anak itu kehilangan ibu, dua saudara perempuan, dan kakek-nenek dari pihak ibu hanya sepuluh hari setelah perang dimulai. 

Beberapa bulan kemudian, ayah dan kakeknya dari pihak ayah juga tewas saat mencari makanan.

“Ayahnya dulu sering mengajaknya bermain, membawanya ke pantai, menemui bibinya. Sekarang hidupnya berubah total. Dia hanya di tenda, 24 jam setiap hari,” kata Abu Maamar.

Setelah kematian ayahnya, Ahmed banyak menghabiskan waktu dengan seekor kucing yang ia beri nama Loz. Namun nasib tragis kembali menimpanya, kucing itu mati pada Agustus lalu.

Ketika diwawancarai Reuters setahun lalu, Abu Maamar sempat berkata bahwa dirinya hanya ingin “derasnya darah ini berhenti.” 

Kini, dua tahun setelah perang dimulai, ia masih menunggu hal itu terjadi.

“Cukup sudah bagi kami. Apa yang kami kehilangan sudah lebih dari cukup. Banyak yang kami cintai telah pergi. Kami meninggalkan rumah bersama mereka, tapi akan kembali tanpa mereka,” ujarnya lirih.

“Yang paling saya takutkan hanyalah perang ini terus berlanjut. Kami tidak ingin itu terjadi. Kami ingin semuanya berakhir, sekali dan untuk selamanya.”


Dikutip dari Reuters

close