Hamas Serahkan Daftar Tahanan untuk Pertukaran, Trump Siapkan Tim Elite Demi Akhiri Perang Gaza
Jakarta, VNN.co.id - Hamas pada Rabu (8/10) mengumumkan telah menyerahkan daftar nama sandera Israel dan tahanan Palestina yang akan dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tawanan.
Kelompok tersebut juga menyatakan optimistis terhadap pembicaraan di Mesir terkait rencana perdamaian yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk mengakhiri perang di Gaza.
Dalam pernyataannya, Hamas menyebut bahwa negosiasi akan dihadiri oleh pejabat tinggi politik dan intelijen dari berbagai negara.
Fokus utama pembahasan mencakup mekanisme penghentian konflik, penarikan pasukan Israel dari Gaza, serta detail pertukaran tahanan antara kedua pihak.
Namun, menurut sumber Palestina yang dekat dengan proses negosiasi, salah satu isu tersulit dalam perundingan ini adalah desakan agar Hamas meletakkan senjata.
Hingga kini, waktu pelaksanaan tahap pertama dari rencana 20 poin yang diajukan Trump belum disepakati dalam pertemuan yang berlangsung di Sharm el-Sheikh, Mesir.
Trump Turun Langsung, Kushner dan Witkoff Hadir di Meja Perundingan
Presiden Donald Trump menyatakan keyakinannya terhadap kemajuan pembicaraan tersebut pada Selasa (7/10), bertepatan dengan peringatan dua tahun serangan Hamas terhadap Israel yang memicu perang besar di Gaza.
Tim AS yang dipimpin oleh utusan khusus Steve Witkoff dan menantunya, Jared Kushner yang sebelumnya menjabat sebagai utusan Timur Tengah pada masa jabatan pertama Trump akan turut bergabung dalam pembahasan yang disebut sebagai langkah paling dekat menuju penghentian perang.
Meski begitu, sejumlah pejabat dari berbagai pihak tetap berhati-hati dan mengingatkan bahwa kesepakatan cepat tampaknya masih jauh dari jangkauan.
Menteri Urusan Strategis Israel, Ron Dermer yang merupakan orang kepercayaan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dijadwalkan tiba di Mesir pada Rabu sore untuk mengikuti perundingan.
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, yang selama ini berperan sebagai mediator utama, juga akan hadir.
Turki pun menunjukkan keterlibatannya dengan mengirim Kepala Intelijen Nasional, Ibrahim Kalin. Seorang sumber keamanan Turki menyebut Kalin telah melakukan konsultasi dengan pejabat AS, Mesir, dan Hamas sebelum menuju Mesir.
Erdogan: Trump Minta Bantuan Turki untuk Yakinkan Hamas
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengungkapkan bahwa Trump secara pribadi memintanya membantu membujuk Hamas agar mendukung rencana perdamaian tersebut.
Ankara, kata Erdogan, kini berdiskusi dengan kelompok itu mengenai masa depan negara Palestina.
“Gaza harus tetap menjadi bagian dari negara Palestina dalam skenario pascaperang, dan harus dikelola oleh rakyat Palestina sendiri,” ujar Erdogan.
Ia menambahkan bahwa pengerahan pasukan asing ke Gaza serta pengaturan keamanannya perlu dibahas secara mendalam, dan Turki siap berkontribusi dalam semua upaya tersebut.
Rencana Trump sendiri mencakup pembentukan badan internasional yang akan dipimpin langsung olehnya, dengan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair turut terlibat dalam administrasi pascaperang di Gaza.
Negara-negara Arab yang mendukung rencana ini menekankan bahwa tujuan akhirnya haruslah menuju kemerdekaan negara Palestina sesuatu yang secara tegas ditolak oleh Netanyahu.
Tuntutan Hamas dan Sikap Israel
Dalam pembicaraan di Mesir, Hamas menegaskan kembali tuntutannya untuk gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, serta dimulainya proses rekonstruksi menyeluruh yang akan diawasi oleh “badan teknokrat nasional Palestina.”
Sementara itu, Israel tetap menuntut agar Hamas melucuti seluruh senjatanya—tuntutan yang kembali ditolak oleh kelompok tersebut.
Hamas menegaskan tidak akan menyerahkan persenjataannya sampai negara Palestina resmi berdiri.
Pihak AS dilaporkan ingin terlebih dahulu memusatkan pembahasan pada penghentian pertempuran serta teknis pembebasan sandera Israel dan tahanan Palestina.
Namun, di tengah proses itu, Israel masih melanjutkan ofensif militernya di Gaza, yang semakin memperburuk isolasi diplomatiknya di dunia internasional.
Meski ada kemungkinan terobosan, belum ada kejelasan mengenai siapa yang akan memerintah Gaza setelah perang berakhir.
Netanyahu, Trump, dan sebagian besar negara Barat maupun Arab sama-sama menolak keterlibatan Hamas dalam pemerintahan pascaperang.
Krisis Kemanusiaan Memburuk
Serangan Israel yang telah berlangsung dua tahun disebut telah menyebabkan krisis kelaparan parah dan memaksa hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi.
Sejumlah pakar hak asasi manusia, akademisi, serta penyelidikan resmi PBB menilai tindakan tersebut setara dengan genosida, klaim yang ditolak oleh Israel dengan alasan “pembelaan diri” atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Menurut otoritas di Gaza, sekitar 67.000 orang telah tewas akibat serangan Israel. Pada serangan awal Hamas dua tahun lalu, 1.200 orang tewas dan 251 lainnya disandera, berdasarkan data dari pemerintah Israel.



