VNN.co.id - Raja Ampat, surga wisata bahari, kini terancam polemik tambang nikel. Masyarakat resah, ekosistem dan keindahan alam diyakini bakal rusak akibat aktivitas pertambangan.
Narasi “Save Raja Ampat” menggema di media sosial. Penolakan ini mencerminkan kekhawatiran publik terhadap tambang nikel di kawasan Papua tersebut. Masyarakat adat setempat juga telah menyuarakan penolakan sejak awal.
“Dalam kunjungan tersebut, masyarakat menyampaikan penolakan terhadap rencana pemberian izin pertambangan baru. Mereka menegaskan bahwa ekosistem dan identitas Raja Ampat yang harus dijaga sebagai kawasan wisata, bukan wilayah industri ekstraktif,” ungkap Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana.
Menurut laporan, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menghentikan sementara izin pertambangan PT Gag di Raja Ampat.
Baca Juga: Presiden Baru Korsel Syok! Kantor Yongsan Bak Kuburan!
Namun, keputusan ini menuai kritik dari Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik.
“Tak hanya satu, saat ini ada lima izin yang aktif, yang izinnya diterbitkan oleh Kementerian ESDM. Ada Pulau Gag, ada Pulau Kawe, Pulau Manuran, ada Pulau Batang Pele, dan ada di Waigeo Besar,” kata Iqbal geram.
Dikutip dari KOMPAS, deforestasi di Raja Ampat mencapai 500 hektare.
“Ini angka yang besar lho untuk pulau-pulau kecil. Dan 500 hektare ini besar. (Sebanyak) 300 hektare sendiri itu (deforestasi) ada di Pulau Gag,” ujar Iqbal prihatin.
Secara ekonomi, tambang nikel menarik untuk industri kendaraan listrik.
Baca Juga: Golkar Pasang Badan! Bela Gibran dari Pemakzulan oleh Purnawirawan TNI
Namun, lingkungan dan ekosistem Raja Ampat jadi taruhannya.
“Sekarang dengan kondisinya seperti ini kita harus crosscheck karena di beberapa media yang saya baca ada gambar yang diperlihatkan itu seperti di Pulau Piaynemo,” tutur Bahlil.
Pulau Piaynemo, ikon wisata Raja Ampat, berjarak 30-40 km dari Pulau Gag.
“Piaynemo itu pulau pariwisatanya Raja Ampat. Saya sering di Raja Ampat,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Iqbal dari Greenpeace menyoroti kerusakan terumbu karang di Pulau Gag.
“Bahkan kami melihat secara langsung, teman-teman scuba diving di sekitar Pulau Gag, itu sudah terlihat kehancuran terumbu karang di sana. Kita tahu bahwa 70 persen biodiversitas terumbu karang di dunia itu ada di Raja Ampat. Dan ini mau kita hancurkan?” tegas Iqbal.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menjatuhkan sanksi pada empat perusahaan nikel.
Mereka adalah PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
“Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan,” ujar Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq.
Pelanggaran serius terhadap aturan lingkungan dan tata kelola pulau kecil terdeteksi.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 melarang tambang di pesisir dan pulau kecil.***