Trump Longgarkan Tarif China, Strategi Baru Hadapi Perang Dagang

VNN.co.id — Setelah lama menghadapi ketegangan perdagangan global, China kini menjadi fokus Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk memperbaiki hubungan dan menghindari perang tarif baru. Pada April 2025, Trump menyebut China sebagai ancaman terbesar bagi AS, menuding Beijing telah menipu ekonomi terbesar dunia selama puluhan tahun, dan memberlakukan tarif hingga 145 persen terhadap produk China.
Namun beberapa bulan kemudian, sikap Trump berubah. Ia memperpanjang jeda tarif untuk Beijing, memuji Presiden China Xi Jinping sebagai pemimpin kuat, dan bahkan mengusulkan KTT AS-China pada musim gugur 2025. Sementara itu, India dan Brasil menghadapi tarif lebih tinggi, hingga 50 persen, sedangkan China hanya dikenakan tarif rata-rata 30 persen.
Alasan Trump memberi kelonggaran antara lain untuk menghindari lonjakan tarif menjelang musim belanja akhir tahun dan memberi waktu bagi negosiasi kesepakatan dagang yang lebih luas, mencakup teknologi, energi, dan logam tanah jarang. Profesor ekonomi INSEAD, Antonio Fatas, menilai China lebih siap menghadapi perang dagang besar-besaran dibanding AS, sehingga strategi Trump kehilangan daya tawar.
Dominasi China dalam produksi mineral tanah jarang menjadi kunci Xi Jinping. Logam ini penting untuk kendaraan listrik hingga sistem kendali rudal. China menguasai sekitar 60 persen produksi global dan hampir 90 persen proses pemurnian logam tanah jarang. Setelah pengumuman tarif Trump, China membatasi ekspor tujuh elemen tanah jarang dan magnet permanen, berdampak pada industri AS, termasuk otomotif.
Trump juga mendorong China untuk meningkatkan pembelian kedelai AS hingga empat kali lipat, guna mengurangi defisit perdagangan senilai 295,5 miliar dollar AS pada 2024. China meminta penghapusan tarif AS di sektor teknologi dan manufaktur, perlindungan perusahaan domestik, serta akses terhadap chip canggih AS. Namun pemerintah China kini membatasi penggunaan prosesor Nvidia H20, sebagai tanda mengurangi ketergantungan pada teknologi tinggi AS.
Pakarp ekonomi Bruegel, Alicia Garcia-Herrero, menilai Trump menghadapi tantangan domestik dan geopolitik, termasuk pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Hal ini diduga menjadi alasan Trump memberi kelonggaran pada China. Dengan perpanjangan gencatan tarif hingga November 2025, negosiator dapat fokus pada isu krusial, termasuk menghindari kembalinya tarif tiga digit untuk barang China dan ekspor AS.
Meski China mendapat kelonggaran, posisi India memburuk. India kini menghadapi tarif hingga 50 persen dan tambahan 25 persen untuk minyak Rusia mulai 27 Agustus 2025. Profesor Fatas menyarankan India bekerja sama dengan sekutu untuk meningkatkan posisi tawar. Han Shen Lin dari The Asia Group mengingatkan agar China tidak lengah karena Trump masih dapat melakukan langkah tak terduga.
Meski melunak terhadap China, Trump tetap menekan jalur lain. Eksportir China mengalihkan barang ke AS melalui Vietnam, Malaysia, dan Thailand untuk menghindari tarif. Sebagai respons, AS menetapkan tarif transshipment 40 persen terhadap negara yang memfasilitasi impor-ekspor barang China. Garcia-Herrero memperkirakan pelonggaran perdagangan akan menguntungkan perusahaan AS, tetapi merugikan sekutu seperti Uni Eropa, Korea Selatan, dan Jepang. China diperkirakan akan mendapat penurunan tarif dasar, sementara perusahaan AS mendapat akses lebih baik ke pasar China.***
