Cerbung | Mawar Hitam | Episode 1 -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

Cerbung | Mawar Hitam | Episode 1

, 1/03/2021 08:57:00 PM
Source: Kompasiana.com.

Cerbung: Mawar Hitam

Oleh: Musaafiroh El Uluum

    

Langit menjelma menjadi kelabu, angin kengerian menyisir bulu rona, menampakkan tutul-tutul pori merinding pada kulit putih mulus milikku. Sekujur tubuhku serasa ditaburi pasir halus. Werrrr. Ketika serangga malam tak ubahnya musik mistis, menggiring ke dalam harmoni keseraman. Melunturkan nyali melangkah lebih jauh dari tempatku berdiri. Kakiku dingin, serasa tubuh ini sangat ringan. Agaknya sukma dalam raga ini melayang, hingga tak kurasa beban pada badanku. Bau kematian pekat menyentuh kembang hidung, seakan ia sangat dekat. Diriku memberanikan diri mengangkat kaki menyusuri jalanan setapak yang menyempit di depanku. Gelap. Sangat gelap, sehingga tak kutemui seberkas cahaya menembusnya. Pun pijaran rembulan. Langkah kakiku tak tahu arah. Asal lurus saja. Melewati sesemakan di kanan-kirinya.

    

Aku tak tahu apa-apa dalam gulita. Hanya saja, tangan ini tak sengaja menyentuh dedaunan yang menjuntai ke bahu jalan yang kulewati. Jantung yang sedari tadi berdag-digdug tak keruan, kini semakin menaikkan ritmenya saat telingaku menangkap suara langkah kaki dari arah lain. Samar-samar terdengar  berjalan di atas dedaunan kering. Menginjaknya hingga kentara sekali bunyi ranggasan yang hancur. Semakin jelas suara derapannya. Membuat kepalaku menoleh ke kanan dan ke kiri dengan cepat mencari sumber suara yang tak bisa ditentukan arahnya. Semakin memburu napasku diselimuti kekalutan, hingga mundur beberapa langkah sembari menemukan pemilik langkah misterius itu.


“Se ... si ... siapa kkamu?” Satu kalimat akhirnya meluncur dari mulutku dengan tergagap-gagap.

    

Tiba-tiba hening. Tak ada jawaban. Tak ada lagi langkah kaki. Jenjangku pun berhenti, menegak di atas tanah yang dingin. Ya, aku baru sadar kalau kakiku tak memakai sehelai alas pun. Jantungku masih belum menurunkan frekuensinya. Respirasi pernapasan pun belum memulih. Walau sedikit lega, ketakutan seakan merengkuh kuat. Tak rela diriku bebas dari ketertawanannya.

    Sejurus kemudian, suara gemerisik itu muncul kembali. Kini tak hanya selangkah dua langkah, derapan kaki itu semakin berisik. Seolah langkah seribu di atas rerumputan basah penuh ranting yang mengering. Mereka semakin liar berlarian kesana-kemari. Meloncatkan lagi jantung yang tadinya mulai reda. Keringat deras mengucur pada tiap-tiap sela anggota badanku. Sampai-sampai bajuku ikutan basah oleh peluh yang tak terkira.

    

Aku tak dapat melihat dalam kegelapan, namun aku bisa merasa seakan hawa dingin menyerbuku, padahal kain yang membalut tubuh ini belum mengering. Arah angin mengitari, sosok yang tak kukenali bentuknya seakan berputar mengelilingi. Kedua tanganku menyilang di depan dada, meremas lengan atas berusaha menghilangkan rasa takut yang membayangi. Perlahan, kutengadahkan wajah ke arah langit. Menatap keberadaan bulan yang tertutup awan tebal, sedikit demi sedikit menyingkap tirai hitam, menampakkan terang sinarnya ke lapisan bumi yang melindap.

    

Ya Tuhan, batinku merana. Aku berjongkok memeluk kedua lutut yang bergetar. Sembari terisak, kuedarkan pandangan. Tak kurasakan suasana mencekam yang baru saja terjadi. Tak ada kelebatan sosok mondar-mandir. Pun suara daun dan ranting kering yang diinjak-injak. Satu pemandangan yang tersisa. Membelalakkan korneaku. Mencekat napas tenggorokan. Berbatang-batang bunga nampak teronggok begitu saja. Berserakan membentuk lingkaran. Tidak, itu tak tergeletak begitu saja. Bunga-bunga itu seakan memang disusun mengelilingi tempatku. Hanya saja agak berantakan. Tak pernah kutemui kelopak bunga semacam itu. Nama yang disematkan indah, namun terlihat menyeramkan ketika menilik warna yang menyemburkan semburat kejanggalan dan misteri. Mawar hitam ...


Bersambung ...

TerPopuler

close