Gekanas Ajukan Gugatan Terhadap UU Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi -->
IKLAN PEMDA BEKASI HUT RI 2023 VNNCOID

Gekanas Ajukan Gugatan Terhadap UU Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi

, 12/07/2020 04:29:00 PM


Pengajuan gugatan Gekanas atas UU 11 Tahun 2020 ke Mahkamah Konstitusi, Senin (7/12/20).


Vnn.co.id, Jakarta - Hari ini, Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) mengajukan dan menyerahkan berkas gugatan-uji formil dan uji materi secara terbatas terhadap materi muatan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja- ke Mahkamah Konstitusi.

Hal ini diunggah laman Facebook warga Jakarta atas nama Kimberly, Senin (7/12/20) .

Perlu diketahui, Gekanas adalah sebuah aliansi yang bersifat Ad Hoc, demokratis, kolektif kolegial, dan mengedepankan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 45'.

Dasar pengajuan gugatan yang dilakukan Gekanas terhadap UU Ciptaker ini adalah substansi materi yang dimuat  di dalamnya dengan sistem Omnibus Law, syarat kepentingan pihak tertentu dan banyak merugikan dari sisi pekerja.

Dalam pengajuan tersebut, terdapat beberapa fokus utama yang menjadi materi gugatan, yaitu permasalahan yang terpusat dalam persoalan ketenagalistrikan dan ketenagakerjaan yang merupakan sebagian besar masalah dalam materi Undang-undang tersebut.

Mengenai permasalahan ketenagalistrikan, yang merupakan salah satu cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penegasan ketentuan Pasal 33 ayat (2) UUD NRI 1945 yang dimaksud pun telah dikukuhkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Nomor 111/PUU-XIII/2015. 

Secara prinsip, sektor ketenagalistrikan seharusnya dikuasai oleh Negara secara penuh. Namun kenyataannya, melalui UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja, Negara malah membiarkan pihak swasta dapat menguasainya secara penuh. Oleh sebab itu, sektor ketenagalistrikan sudah seharusnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Lalu, dalam menanggapi sumber permasalahan utama, yakni ketenagakerjaan. Aliansi yang terbentuk pada 23 Juni 2015 tersebut, berpendapat bahwa penyederhanaan dan kemudahan berinvestasi yang diatur dalam UU Ciptaker tersebut menyimpan banyak masalah yang berpotensi menimbulkan pertentangan terhadap UUD 45'.

Beberapa permasalahan tersebut, antara lain Aturan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tidak diwajibkan memiliki sertifikat kompetensi Internasional sesuai yang dibutuhkan oleh pengguna dan hal tersebut diatur di dalam pasal 42 UU no 11 2020 tentang Cipta Kerja. Belum lagi terkait Penghapusan batasan waktu untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan menyerahkannya kepada “Daulat Pasar” sebagaimana diatur dalam Pasal 59 angka UU No 11 Tahun 2020. sehingga hal ini dapat berpotensi menghilangkan atau mengurangi “Kedaulatan Negara” untuk melindungi hak konstitusional rakyat sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945.

Permasalahan lainnya terkait Alih daya tenaga kerja yang nantinya akan disediakan oleh Perusahaan Penyedia Jasa Tenaga Kerja (PPJTK) yang bertindak sebagai labor supplier (pemasok tenaga kerja) kepada perusahaan pengguna tenaga kerja tersebut, apabila antara tenaga kerja yang akan dipasok tidak mempunyai ikatan hubungan kerja dengan perusahaan pemasok, baik dalam bentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau Perjanjian Pemborongan Pekerjaan (PPP). Mak,a hal ini akan berpotensi menjadi perdagangan orang (human trafficking) secara terselubung dan melanggar Undang Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Selain itu, satu lagi yang dianggap merugikan para tenga kerja, yaitu dihilangkannya survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang biasa dilakukan secara rutin setiap tahunnya sebagai dasar untuk menetapkan upah minimum pada tahun yang akan datang sebagaimana diatur dalam pasal 89 UU Existing (sebelumnya).

Dihilangkannya survey tersebut menyebabkan hilangnya rasionalitas upah minimum terhadap KHL sekaligus menghilangkan upah minimum sebagai jaring pengaman atas kemampuan daya beli untuk memenuhi KHL di tahun mendatang.

Oleh sebab menurunnya kemampuan daya beli atas upah minimum, hal tersebut berpotensi meningkatkan angka kemiskinan di kalangan pekerja atau buruh. Hal ini pun bertentangan dengan ketentuan pasal 27 ayat (2) Jo, pasal 28D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, yang menegaskan tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Dengan diajukannya gugatan formil dan materiil UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi, Gekanas berharap masih ada keadilan yang akan didapatkan para pekerja terlebih masyarakat Indonesia secara umum dan luas serta membuka mata negara bahwa kepentingan rakyat berada di atas segalanya. Terlebih, nilai dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sangatlah rendah derajatnya dbandingkan UU Nomor 13 Tahun 2003 yang merupakan karya besar ketenagakerjaan pasca reformasi.

Sumber: SPKEP SPSI.org

Editor: Mega

TerPopuler

close